[3 Episode Rule] Hachi-nan Tte, Sore wa Nai deshou!

Posted on

“Hachi-nan Tte, Sore wa Nai deshou!” merupakan serial novel ringan buatan Y.A. dengan ilustrasi Fuzichoco yang sudah berjalan sejak tahun 2013 dan berakhir di tahun 2017 untuk versi daring. Untuk versi fisik, novelnya masih berjalan dan diterbitkan oleh Media Factory yang menggunakan label MF Books. MF Books sejauh ini telah menerbitkan 19 volume novelnya dan telah memecahkan rekor penjualan 2,5 juta eksemplar pada Maret lalu.

Adaptasi anime-nya digarap oleh studio Shin-Ei Animation (Karakai Jouzo no Takagi-san). Anime ini juga menjadi debut pagi Miura Tatsuo sebagai sutradara dan Miyamoto Takeshi sebagai penyusun skrip serial. Desainer karakter untuk animasinya dibuat oleh Tanabe Kenji (Caligula). Staf juga sudah mengonfirmasi bahwa anime ini akan tayang sebanyak 12 episode.

Novel Hachinantte Sore wa Nai Deshou! menceritakan Shingo Ichinomiya, seorang karyawan biasa di perusahaan dagang. Suatu hari ia terbangun dan menemukan dirinya menempati tubuh dari Wendelin – bocah berusia 5 tahun, dan anak ke-8 dari keluarga bangsawan yang melarat di dunia fantasi.

Good Start, I Guess?

Saya mengira adaptasi anime ini akan terasa seperti serial Isekai Cheat Magician di episode pertamanya dan ternyata saya salah. Shoutout untuk komite produksi karena memilih kolaborasi Demon Kakka dan Akira Takarano untuk membawakan lagu tema pembukanya. Bakal lebih fitting jika dipakai untuk serial bertema historikal sih. Kemudian lagu tema penutupnya yang juga malah mengingatkan saya dengan serial Aquarion Evol, entah kenapa malah berasa nostalgia dengan lagu-lagu nyanyian Akino.

Kembali ke aspek ceritanya, sub-plot yang muncul dari keluarga Wendelin yang diperlihatkan saudara kandungnya saya pikir bakal mencapai klimaks di awal-awal episode. Dengan ekspektasi bahwa jika klimaks ini menjadi penyebab Wendelin memiliki tujuan “lain” setelah mengejar impiannya menjadi petualang dan melanjutkan peran mendiang Alfred Reinford. Semoga ini sub-plot bisa muncul lagi untuk menambah bumbu penderitaan saudara Wendelin lainnya.

Ah iya, saya sangat mengapresiasi visual latar belakangnya yang cukup mendetail dan mungkin karena budget di dua episode awalnya cukup besar dibanding sisa episode yang akan tayang. Semoga dugaan saya pada kalimat sebelumnya itu tidak benar di kenyataan, dan distribusi budgetnya merata hingga akhir episode. Karena saya gak mau merasa kecewa dengan adaptasi novel yang sedang saya baca ini.

Chara Development? Let’s Wait For More Lap

Yak, sejauh ini pengembangan karakter di tiga episode ini hanya berfokus kepada Wendelin, keluarganya Wendelin, Alfred, dan porsi kecil dari Blanctag, Iina/Ena, Louise, dan Erwin. Kita juga belum diperlihatkan pengenalan karakter lainnya seperti Vilma Etol von Asgahan, Elize Katharina von Hohenheim, dan Klimt Kristoff von Armstrong. Saya menyadari posisi serialnya saat ini masih berada dalam “Pengenalan Cerita”, dan permulaan konflik hanya sebatas kemunculan sifat sinis, cemburu, iri, hingga tak percaya diri.

Mungkin kita akan memasuki konflik saat Elize dan Vilma benar-benar sudah bergabung dengan Wendelin dan kolega. Sekarang hanya tinggal membangun bagian-bagian cerita yang akan berpotensi mengundang konflik. Ngomong-ngomong ini Komatsu Mikako lagi bener-bener dapet peran karakter yang saya paling demen musim ini, Arte dan Iina.

Massive Drop on 3rd Episode

Sejujurnya saja, dua episode pertama serial ini terasa menarik akibat garis waktu yang dimulai secara unorthodox. Kualitas animasinya juga cukup di atas ekspektasi dengan pace yang masih standar. Kemudian di episode ketiga, kualitas di aspek-aspek tersebut terlihat menurun dan yang paling mencolok adalah timing dialog dan dialog itu sendiri yang terasa kaku dan tidak natural. Ini terasa sekali saat kalian mendengar mereka saling mengobrol. Ini bukan karena seiyuu-nya belum pernah mengobrol satu sama lain bukan? atau penata suara dan mixer proyek ini yang lagi dikejar waktu?

Satu-satunya hal baik yang bisa didapatkan dari episode ketiga ini adalah teman sekelas Wendelin yang tidak nge-drop bom dengan kalimat semacam, “Jangan sombong lo gara-gara lo bisa make sihir woi!”.

Verdict: “My Tires Budget Are Dead Bono!”

Ini hanya dugaan atau prasangka buruk dari awal episode. Kesan “wow” yang muncul di episode pertama memang berdampak baik terhadap kenyamanan menonton dan menumbuhkan rasa penasaran terhadap serial yang harusnya berjalan lebih dari 12 episode ini. Namun penurunan kualitas di episode ketiga memang bisa jadi bumerang bagi tim produksinya. Karena adaptasi anime ini juga merupakan debut bagi Miura Tatsuo sebagai sutradara dan Miyamoto Takeshi sebagai penyusun skrip serialnya, saya harus menurunkan ekspektasi serendah mungkin. Mungkin lebih rendah dari serial “Isekai Cheat Magician“.

Saya belum menonton serial produksi Shin-ei Animation seperti “Karakai Jouzu no Takagi-san“, sehingga saya tidak bisa membandingkan bagaimana kualitas ketiga episode dengan serial ini. Bagi yang sudah menonton serial tersebut, boleh juga meninggalkan kritik dan saran di kolom komentar ya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *