Distributor bahan bakar dan lainnya tengah merasakan kekhawatiran terhadap instruksi yang diberikan pihak berwajib pada 25 Juli lalu. Instruksi tersebut menekan para distributor bahan bakar untuk memperketat prosedur saat menjual bahan bakar kepada pelanggan setelah kejadian pembakaran di Studio 1, Kyoto Animation.
Instruksi ini muncul akibat dari Shinji Aoba (41), yang diduga menyiram dan membakar studio KyoAni di Kyoto dengan bahan bakar yang ia beli di SPBU terdekat. Serangan tersebut memakan korban tewas sebanyak 35 orang dan belasan lainnya luka-luka.
Badan Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana memperingatkan seluruh pemilik SPBU di seluruh Jepang melalui sebuah kelompok industri untuk mencatat identitas pelanggan dan tujuan penggunaan bahan bakar yang dibeli menggunakan drum atau jeriken. Setiap transaksi harus dicatat agar proses identifikasi dapat dilakukan secara cepat.
Sejak penyerangan KyoAni, banyak sekali insiden yang memiliki kemiripan terjadi di berbagai tempat. Pada sebuah pameran seni yang diselenggarakan bulan ini di Prefektur Aichi, harus ditutup dikarenakan pihak penyelenggara acara mendapatkan pesan faks bertuliskan, “Aku akan pergi (kesana) dengan sebuah wadah bensin.” Kepolisian Prefektur Aichi kemudian menangkap seorang pria yang diduga mengirimkan pesan tersebut dengan tuduhan menghalangi suatu bisnis secara paksa. Ancaman seperti ini juga banyak terjadi di Hokkaido dan Tokyo.
Para pekerja di SPBU di Kyoto mulai mencatat penjualan lebih rinci setelah mendapat instruksi dari pemerintah. Salah satu pekerja SPBU menjelaskan bahwa mencatat penjualan memang memakan waktu lebih banyak, akan tetapi para pelanggannya mendukung perubahan tersebut.
Namun ketika salah satu pekerja ditanya apa yang SPBU lakukan jika pelanggan tidak mengikuti prosedur, “Jika kami menolak untuk menjual (bahan bakar), itu akan menyebabkan masalah.” Salah satu senior dari kelompok industri ini menjelaskan, “Jika kami bertanya untuk apa bahan bakar ini digunakan, kami tidak akan tahu jika kami dibohongi (pelanggan). Lalu, apa gunanya pembatasan itu?”.
Seorang profesor dari Universitas Rissho, Nobuo Komiya mencatat bahwa ketika konfirmasi identitas dapat menyebabkan keraguan terhadap orang yang akan melakukan kejahatan, itu tidak cukup untuk menghentikan para penjahat untuk mengorbankan nyawa mereka dalam melakukan kejahatannya. “Yang kita butuhkan adalah langkah-langkah untuk menekan orang-orang yang akan melakukan perbuatan kriminal.”
Sumber: Japan Times