Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengumumkan keadaan darurat di prefektur Tokyo, Kanagawa, Saitama, Chiba, Osaka, Hyogo, dan Fukuoka pada hari Selasa hingga 6 Mei. Abe mengatakan bahwa ia akan mencabut deklarasi setelah penanggulangan coronavirus COVID-19 tidak dibutuhkan lagi.
Abe membuat keputusan untuk menyatakan keadaan darurat setelah berkonsultasi dengan panel penasehat yang terdiri dari ahli kesehatan masyarakat dan medis pada hari Selasa. Panel dilaporkan memperingatkan bahwa orang yang terinfeksi COVID-19 cenderung mengembangkan gejala parah seperti pneumonia. Panel juga mencatat bahwa jumlah kasus di Jepang sedang melonjak, dengan banyak kasus yang tidak dapat dilacak, dan situasinya memberi tekanan besar pada sistem kesehatan negara itu.
Abe mengatakan pada hari Senin dan mengkonfirmasi pada hari Selasa bahwa ia tidak berencana untuk memerintahkan “lockdown,” dan berharap untuk “mempertahankan kegiatan ekonomi dan sosial sebanyak mungkin.” Dia mencatat bahwa transportasi umum, toko kebutuhan penting, dan layanan penting lainnya akan tetap terbuka.
Di bawah keadaan darurat, pemerintah prefektur akan, dalam keadaan tertentu, dapat mengambil alih beberapa properti dan fasilitas pribadi untuk mendirikan rumah sakit darurat, meminta suplai dan persediaan medis yang diperlukan dari mereka yang menolak untuk menjualnya, dan meminta bantuan sektor swasta dalam logistik persediaan darurat. Pemerintah daerah juga dapat meminta penduduk untuk tetap di rumah bila tidak melakukan aktivitas vital, hanya saja tidak ada hukuman bila penduduk menolaknya.
Tokyo melaporkan 143 infeksi baru dari COVID-19 pada hari Minggu – menandai peningkatan rekor tinggi, dan menjadikan jumlah total infeksi di Tokyo menjadi 1.033. Pejabat kesehatan sangat prihatin bahwa 64% dari kasus baru pada hari Minggu, atau 92 kasus, tidak memiliki rute infeksi yang jelas. Mengetahui rute infeksi adalah kunci kebijakan anti-COVID-19 Jepang sampai sekarang. Upaya negara tersebut bergantung pada pengidentifikasian dan pengisolasian kelompok-kelompok infeksi ketika mereka muncul.
Pemerintah metropolitan sebelumnya meminta sekolah menengah agar tetap ditutup sampai awal Mei, dan meminta dewan pendidikan lokal untuk mempertimbangkan hal yang sama untuk sekolah dasar dan menengah pertama, tetapi belum secara hukum memaksa entitas yang diperlukan untuk mematuhinya.
Pada hari Minggu, WHO melaporkan bahwa Jepang memiliki 3.271 kasus COVID-19 dengan 70 kematian. Angka-angka ini tidak termasuk jumlah kasus dari kapal pesiar Diamond Princess yang merapat di Yokohama. Kapal pesiar itu memiliki 712 penumpang yang terinfeksi dengan tujuh kematian.
Pemerintah Jepang berupaya membatasi perjalanan ke negara itu dari banyak wilayah di seluruh dunia.
Sumber: ANN