Haihalo semua pembaca JOI yang setia, kembali lagi di JOI Anime Review. Ya, sudah lama sekali sejak terakhir kali saya menulis review anime musiman. Maklum sudah jatuh ke dalam “lubang kelinci” jadi agak kerepotan mengikuti anime musiman.
Untuk musim ini, ternyata ada banyak anime yang menarik. Makanya saya bisa balik lagi nonton santai anime musiman hanya khusus untuk musim ini (entah musim depan bisa tetap konsisten nonton anime lagi atau ga). Nah, awalnya saya tertarik hanya ke beberapa judul seperti Re: Zero Season 2, Tensura Season 2 atau Log Horizon Season 3. Jadi untuk anime non-sequel sangat tidak diperhitungkan oleh saya, setidaknya pada awal rencana nonton saya. Namun semuanya berubah ketika saya melihat ternyata musim ini memiliki juga anime rilisan baru yang cukup menarik untuk diikuti. Salah satunya tentu saja adalah Jaku-Chara Tomozaki-kun.
Dan setelah saya menontonnya, saya menjadi tergerak kembali untuk mengulas anime musiman. So thanks for Tomozaki-kun, saya jadi ingat tugas saya sebagai penulis artikel itu ada yang kayak ginian, heheh. Jadi, apa yang membuat saya ingin sekali mengulas anime yang satu ini? Here’s the details.
It Talks About Development
Jaku-Chara Tomozaki-kun adalah light novel karangan Yuuki Yaku yang diadaptasi menjadi anime oleh studio Project no. 9. Yah Project no. 9, pasti anime-nya medioker lagi. Apalagi kalau kita melihat Yanagi Shinsuke sebagai sutradaranya, beliau yang sangat setia menyutradarai anime dari studio tersebut. Ya, memang benar kalau kita lihat track recordnya, kombinasi Yanagi dan Project no.9 telah menghasilkan beberapa judul anime seperti Netoge no Yome wa Onnanoko ja Nai to Omotta, Choujin Koukousei-tachi wa Isekai demo Yoyuu de Ikinuku you desu, dan Ryuuou no Oshigoto. Nah jadi kepikiran kan, seperti apa anime yang akan dibuat berdasarkan rekam jejak seperti ini?
Namun semuanya terlihat begitu berbeda. Jaku-Chara Tomozaki-kun merupakan anime yang sangat berbeda dibanding ketiga judul di atas. Bukan soal ceritanya yang dari light novel karena Project no.9 sangat suka untuk mengadaptasi anime dari light novel-nya.
Yang pertama adalah peningkatan kualitas animasi. Dari opening-nya saja, kita bisa melihat kalau anime ini dikerjakan dengan effort yang lebih dari sebelum-sebelumnya. Kamu bisa bilang kalau memang itu adalah hal yang wajar di tahun 2020 ini, tetapi saya tetap melihat ini sebagai perubahan yang sangat drastis.
Bicara soal perkembangan positif, ini tidak hanya terjadi di kualitas tampilannya saja. Pada anime ini, Project no. 9 mengurangi jatah fan service. I mean, again look at those past title, berapa banyak kadar fan service yang disajikan dalam anime-anime tersebut? Dibandingkan dengan Jaku-Chara, fan service tidak begitu ditonjolkan. Saya tidak bilang kalau fan service benar-benar ditiadakan. Masih ada beberapa seperti scene mizugi showcase namun itu hanya sekejap, ada juga scene onsen namun anime-nya lebih fokus dalam pengembangan ceritanya sehingga perhatian penonton tidak ke arah situ. Selebihnya saya tidak menemukan scene lebay seperti kepeleset melihat pantsu, atau sorot kamera yang berlebihan kepada bagian tubuh tertentu.
Are you sure hanya “sekejap”, BlueHeaven?
Dari kedua perubahan tersebut, sudah membuat saya bisa fokus untuk menikmati cerita animenya secara keseluruhan. Kalau dari segi ini sudah ok, bagaimana dengan cerita dan penokohannya?
Astonishing Character Development and Non-Development
Kalau kita melihat judulnya, pasti kita akan paham kalau anime ini akan menekankan soal karakter dalam ceritanya. Jadi sudah sewajarnya kita berharap ada sebuah pergerakan karakter yang wah. Dan harapan tersebut tidak sia-sia. Jaku-Chara sukses menampilkan bagaimana karakternya bertingkah laku, berkembang dan menentukan sikap dari setiap peristiwa yang ada.
Pertama-tama mari kita kenalan dengan main chara kita yang namanya ada di judul, Tomozaki Fumiya. Tomozaki adalah seorang gamer. Ia bukan sekedar gamer biasa melainkan peringkat satu di seluruh Jepang pada game Tackfam. Baginya game adalah segalanya dan kehidupan nyata adalah ‘game sampah’. Sampai ia bertemu langsung dengan peringkat kedua di game tersebut yang sering sekali dikalahkan olehnya. Ternyata orang tersebut adalah teman sekelasnya Hinami Aoi. Aoi adalah seorang gadis yang luar biasa di kehidupan nyata, berbanding terbalik dengan Tomozaki yang hancur-hancuran.
Melalui bimbingan Aoi, Tomozaki diajak untuk mengubah pandangannya terhadap kehidupan nyata. “Kalau belum mencobanya kamu tidak bisa menyebutnya sebagai game sampah”. Dari sini Tomozaki berkembang menjadi seseorang yang lebih baik lagi dalam kehidupan nyata dengan metode seperti bermain game dimana Aoi memberikan misi tertentu dalam kesehariannya.
Ide dari cerita tersebut memanglah tidak buruk. Namun saya sangat kesal terhadap Aoi karena saat pertama kali saya menonton, ekspetasi saya terhadap anime ini adalah anime yang membahas segi sosial dan gaming secara balance kurang lebih sama seperti Gamers atau Netoge yang sudah pernah dibuat oleh studio yang sama. Nyatanya, anime ini lebih fokus dalam membahas perilaku remaja, bagaimana kehidupan sosial mereka, dan interaksi yang ada. Seakan-akan game adalah sebuah pancingan untuk para otaku menonton animenya, kemudian mengubah pandangan mereka untuk lebih menerima dunia nyata daripada dunia maya.
Ya, kalau eksekusinya buruk maka kekesalan saya tidak dapat ditanggulangi lagi. Untungnya ide konyol seperti melakukan misi dalam dunia nyata tidak begitu menyebalkan seperti impresi awal saya. Melihat hubungan antara karakter dan interaksi mereka cukup menghibur. Walau fan service yang ditampilkan cukup minim namun wajah kawaii para karakter perempuan sangat mengobati kekesalan saya bahkan saya sangat menikmatinya.
Minggir, best girl mau lewat.
Dan diatas itu semua, yang paling utama adalah perkembangan karakter dari Tomozaki yang luar biasa. Bagi saya, Tomozaki memang terlihat sampah pada awalnya. Namun sekarang ia bisa menjadi yang teratas baik dalam game maupun filosofi kehidupan. Meski cara adaptasi dalam kehidupan nyata masih begitu buruk dan jauh dari Aoi, Tomozaki sukses menunjukan kalau dunia nyata itu tidak bisa disamakan dengan game.
Konflik antara kedua karakter utama di sini, Tomozaki dan Aoi merupakan pertarungan yang terselubung sejak pertama kali anime dimulai. Orang biasa mungkin tidak bisa melihatnya, namun sosok Aoi disini berperan sebagai antagonis. Bukan karena saya benci kepadanya, namun peran Aoi beberapa kali menentang apa yang coba dilakukan oleh protagonis. Kalau bukan antagonis namanya apa?
Soal karakter pembantu lain mereka menjalankan perannya sesuai kapasitasnya. Beberapa terlihat seperti kopian template yang sering disajikan dalam anime pada umumnya, tetapi pada nyatanya tidak. Karakter seperti Mizusawa dan Minami diberi kedalaman karakter seakan-akan mereka bisa masuk di circle karakter utama padahal tidak. Mungkin bagi kritikus anime lainnya ada kekurangan character development bagi beberapa karakter seperti Hanabi tapi menurut saya belum waktunya bagi dia untuk bersinar, mungkin. Yang penting fokus pada Tomozaki terlihat nyata daripada animenya malah lari ga jelas lebih fokus ke supporting character.
Not Bottom Tier-List Tomozaki-kun
Tomozaki-kun mengajarkan kita kalau perubahan adalah sesuatu yang harus terjadi untuk mengembangkan diri. Interaksi antar tokoh yang masih remaja juga terlihat sangat normal. Tidak ada sesuatu yang berlebihan dari anime ini. Semua maksud dari Jaku-Chara Tomozaki-kun bisa tersampaikan begitu baik.
Semua dentingan nada ala game dan heroine yang muncul di opening hanyalah bait belaka.
Dengan suksesnya Jaku-Chara Tomozaki-kun, kita dapat berharap adaptasi anime Project no.9 ke depannya bisa diperhitungkan. At least we will see Hige wo Suru in no time dan di sini bisa terbukti apakah omongan saya benar atau tidak.
Tomozaki-kun punya chance untuk season kedua melihat endingnya malah memperkenalkan karakter baru yang sebenarnya tidak perlu ditampilkan juga kalau mau menamatkan anime ini. Jika musim keduanya benar-benar ada, maka kita layak menantikannya, bagaimana interaksi karakter meluas dan perkembangan karakter Tomozaki-kun yang lebih OP. Soal siapa yang yang menjadi pendamping Tomozaki-kun sesungguhnya, itu nanti kita akan lihat bagaimana kelanjutannya di novelnya. Remember, this is not typical harem anime.
Kaczmarek
Saya ngikut nambahin aja review ini karena saya sendiri yang selalu ngisi di JOI Spotlight terkait seri ini. Untuk ukuran adaptasi dari novel ringan, seri ini menjadi salah satu yang paling dinantikan tiap hari Jum’at. Pesona yang diberikan dari seri ini yang menyita perhatian saya adalah konsistensi kualitas animasinya. Dari banyaknya anime yang diproduksi Project No. 9, seri ini yang paling memuaskan dari sisi kualitas animasi, komposisi serinya, dan tentunya pengarahan dialognya. Saya sempat dibuat trauma dengan Dokyuu Hentai HxEros dimana dialognya yang kaku dan membuat seiyuu seperti Matsuoka Yoshitsugu, Ai Kayano, Ai Kakuma dan lainnya terdengar seperti seiyuu newbie. Namun ada yang membuat saya kesal dari seri musim pertama ini, yaitu kehadiran Tsugumi Narita di sisa momen episode terakhir. Such a tease, so don’t blame me if i’m begging you for continuation project.
Season 2 Jaku-Chara Tomozaki-kun? Saya belum optimis. Mengutip diri sendiri pada JOI Spotlight sebelumnya, mari menantikan penjualan keseluruhan BD dan DVD-nya. Terima kasih atas waktunya untuk membaca review kali ini, dan sampai jumpa di review berikutnya!