Pekan Sinema Jepang kembali hadir menyambangi Jakarta dengan pilihan film-film Jepang yang layak untuk ditonton. Kali ini Jurnal Otaku Indonesia mengulas film “Lu Over The Wall” yang disutradarai oleh Masaaki Yuasa yang sebelumnya sukses membuat dan menyutradarai judul yang dipuji oleh penggemar animasi seluruh dunia mulai dari Ping Pong The Animation, Tatami Galaxy sampai Devilman Crybaby.
Dalam posisi seperti sekarang sutradara anime populer Masaaki Yuasa sudah membuat hampir segalanya mulai dari anime berjenis shonen, kegalauan kehidupan mahasiswa, mengadaptasi karya legendaris yang sesuai dengan era sosial sekarang, membuat kartun Amerika, membuat karya yang sukses membuat orang pusing tujuh keliling dan membuat cerita romansa liar.
Semua sisi eksperimental dan jualan menyatu dalam karya Yuasa dan ia sudah hampir menumpahkan itu semua. Tetapi sebenarnya ada satu jenis karya yang belum ia buat selama karirnya sebagai sutradara animasi yaitu membuat film dengan suasana Ghibli dan ini ingin ia coba dalam film terbarunya berjudul “Lu Over The Wall” atau dalam bahasa Jepangnya “Yoake Tsugeru Ruu no Uta”
Film ini bercerita tentang seorang anak SMP bernama Kai Ashimoto yang tinggal di Kota Hinashi, sebuah desa nelayan yang sepi dengan ayah dan kakeknya pembuat parasol. Dia dulu tinggal di Tokyo, tetapi setelah orang tuanya bercerai dia pindah kembali ke kota kelahiran ayahnya. Kai kesulitan memberi tahu orang tuanya tentang perasaannya sehingga ia merasa kesepian dan pesimis tentang kehidupan sekolahnya. Salah satu obat pelipur laranya adalah dengan mengunggah lagu yang dia tulis ke internet.
Suatu hari, teman-teman sekelasnya Kunio dan Yuuho mengundangnya untuk bergabung dengan band mereka, “SEIRÈN”. Saat ia enggan mengikuti mereka ke Pulau Merfolk, tempat latihan mereka, mereka bertemu seorang putri duyung bernama Lu. Lu bernyanyi dengan riang dan menari dengan polos. Ketika Kai mulai menghabiskan waktu bersamanya, dia mulai bisa mengatakan apa yang sebenarnya dia pikirkan.
Tapi sejak zaman kuno, penduduk Kota Hinashi berpikir bahwa putri duyung membawa bencana. Terjadi sesuatu yang membuat keributan besar antara Lu dan warga kota. Dalam film ini Kai harus membuktikan bahwa putri duyung tidak jahat sambil menyelamatkan seisi kota.
Membuat film dengan menduplikasi suasana dari Ghibli memang gampang-gampang susah dan itu terjadi di dalam film ini. Lu mempunyai suasana Ghibli yang sangat kuat apalagi ketika memasuki tengah cerita. Suasana “Ponyo” begitu terasa tetapi Yuasa membawakannya dengan gayanya ia sendiri.
Animasi yang unik nan eksperimental masih ia tampilkan di film keluarga ini dan hasilnya memang sedikit mencengangkan dan terlihat out of the box untuk ukuran film keluarga. Yuasa disini terlihat sangat luwes untuk memainkan gayanya ia sendiri dan hasilnya sungguh menyenangkan terutama di adegan menari yang ia gambarkan dengan sangat berwarna dan riang.
Yuasa memang seorang yang jago dalam bercerita dengan gaya yang liar dan imajinatif, tetapi di dalam film ini ia harus mengerem beberapa pakem yang ia sudah buat di karyanya sebelumnya agar cerita tidak terlihat sangat eksperimental dan aneh. Akibatnya, cerita di Lu Over The Wall menjadi sedikit membosankan di tengah cerita. Yuasa seolah sempat kehilangan arah bercerita di tengah film, untungnya ending dari film ini cukup memuaskan meskipun belum terlalu bisa memperbaiki kerusakan yang muncul di tengah cerita.
Film ini terselamatkan berkat tema musik yang kuat dan tidak terlalu mendominasi cerita sehingga bisa menghasilkan sebuah karya yang cair dan tidak terbatas akan satu jenis film tertentu. Tema persahabatan, cinta alam, dan musik menjadi senjata pamungkas Lu untuk menangkis segala kebosanan yang muncul di tengah cerita.
Percobaan perdana Yuasa dalam membuat film keluarga dalam Lu Over The Wall terlihat hit and miss. Ia masih terlihat canggung untuk menguasai genre film ini sepenuhnya dan hasilnya adalah sebuah film yang memuaskan dari segi visual tetapi setengah setengah dari segi cerita. Terkadang ia bisa membuat kagum penontonnya di film ini tetapi itu seolah terjadi hanya sebentar saja. Lu Over The Wall tidak sepenuhnya berantakan tetapi juga tidak sepenuhnya istimewa, hal itu menjadi suatu hal yang wajar mengingat ini adalah kali pertama Yuasa terjun ke sebuah film keluarga.