Survei dari perusahaan perencana pernikahan dari bulan April 2020 hingga Desember 2020 resmi dirilis oleh Teikoku Databank pada akhir Mei lalu. Total responden yang disurvei mencapai 178 perusahaan. Dari seluruh perusahaan yang disurvei, didapatkan data bahwa 96,1% dari mereka melaporkan kerugian pendapatan pada periode yang ditentukan. Persentase ini alami kenaikan maksimal dari survei di tahun 2019.
Dari data yang dijabarkan, 96,1% atau 171 dari 178 perusahaan yang disurvei melaporkan adanya penurunan pendapatan. Sementara kenaikan pendapatan dialami 1,7% atau tiga perusahaan. 2,2% atau empat perusahaan yang tersisa melaporkan tak adanya perubahan pada periode April hingga Desember 2020.
Jika dibandingkan dengan survei Teikoku Databank pada tahun 2019, perubahan terbesar terjadi pada kenaikan jumlah perusahaan yang melaporkan penurunan pendapatan dari 28,7% menjadi 96,1%. Sementara persentase kenaikan pendapatan mengalami penurunan dari 10,1% menjadi 1,7%. Kemudian untuk persentase perusahaan yang tidak mengalami perubahan mengalami penurunan drastis dari 61,2% menjadi 2,2%.
Pada kategori perusahaan yang mengalami penurunan pendapatan di tahun 2020, Teikoku Databank melaporkan kisaran penurunan pendapatan dapat mencapai 90% dan lebih. Kisaran terendah penurunan pendapatan yang ada mencapai 10-20%. Sementara 53 perusahaan melaporkan penurunan pendapatan mereka mencapai 20-30%.
Pembatalan dan perubahan jadwal penyelenggaran pernikahan menjadi akibat dari dampak pandemi COVID-19 yang memaksa pemerintah menetapkan situasi darurat di berbagai prefektur. Survei Teikoku Databank juga memprediksi di tahun 2021 akan terjadi peningkatan penurunan pendapatan pada industri pernikahan. Tak mengherankan jika jumlah perusahaan perencana pernikahan di Jepang kini banyak yang menutup operasinya.
Masa pandemi coronavirus sangat berdampak terhadap segala sektor industri, termasuk industri pernikahan. Dari survei kelompok industri pernikahan nasional Jepang, terungkap sekitar 170.000 acara pernikahan tertunda atau dibatalkan sejak bulan Maret hingga September 2020. Kerugian yang didera para pelaku industri ini total telah mencapai 600 miliar yen dalam jangka waktu tersebut.
Sumber: Nippon