[JOI Impression] Tenki no Ko: Bukan Film Makoto Shinkai?

Posted on

Kalau ada yang bisa membangunkan Signum dari alam kubur, sudah pasti itu film buatan Makoto Shinkai yang baru saja tayang di CGV Blitz dan film ini juga ditayangkan di semua cabang CGV Blitz di Indonesia, jadi mudah sekali untuk kamu mengakses film ini. Tapi film apa sih yang baru saja tayang pada tanggal 21 Agustus 2019 lalu? Yep, Tenki no Ko, sebuah film yang sudah digadang-gadangkan sejak tahun lalu untuk menjadi Makoto Shinkai’s next big thing.

But, we probably have to postpone that thing about his-next-big-thing thingie.

Let’s cut it short, trailer dari Tenki no Ko sepertinya memang tidak se-intense Kimi no Na wa. Saya menganggap Tenki no Ko akan menjadi sebuah film fantasi di mana pengaruh Shinkai mungkin akan menjadi hal yang menghambatnya. Karena Makoto Shinkai yang terkenal dengan menghadirkan konflik-konflik yang nyata dan dekat dengan kita semua, jatuh cinta, patah hati, acceptance, rejection, doesn’t seem very fantasy, does it?

Tenki no Ko adalah film yang, mungkin saya harus bilang agak berbeda dari bagaimana Shinkai mengeksekusi film-filmnya. Sejak bulan Desember 2018, lewat sebuah konferensi pers Shinkai sudah mengatakan kalau dia akan membuat sebuah film yang berbeda, film ini akan menjadi film yang lebih ‘menghibur’ and I never once put Shinkai and entertaining on the same sentences. Shinkai juga mengatakan kalau energi dari kritik-kritik untuk Kimi no Na wa membuatnya lebih semangat, karena itu dia ingin membuat sebuah film yang akan dikritik jauh lebih dalam lagi dari Kimi no Na wa.

It was a success if I do say so myself, timeline Facebook saya jadi terbagi-bagi setelah film ini keluar. Ada yang sangat menyukai film ini tentunya, tapi ada juga yang merasa film ini tidak sepantasnya dibuat oleh Shinkai. Ada juga yang bahkan sampai mengatakan kalau film ini film ampas udah gitu disamain sama FTV dong, saya jadi terpelatuk. Impresi berbeda acak adut inilah yang akhirnya sukses menyeret badan saya untuk membuktikannya sendiri di layar perak.

Jadi bagaimana karya terbaru Shinkai bisa membawa penonton ke dunia imajinasi sang sutradara? Let’s talk about it.

Disclaimer: Non to mild spoiler depends on your spoiler parameter. Also this is my personal take on the movie, feel free to voice your own opinion on the comment section.

Bayang-bayang Kimi no Na wa

Of course, let’s address the elephant in the room first.

Saat film yang kamu buat menjadi film anime terlaris nomor 2 sepanjang sejarah di Jepang, orang-orang akan menanti film terbaru kamu yang mungkin akan sekali lagi menggebrak ekspektasi mereka. Mereka yang tadinya belum tahu siapa itu Makoto Shinkai, orang mana dan kartun mana yang dia buat sekarang tahu kapabilitas darinya dan Comix Wave. Alhasil ada ekspektasi tinggi yang secara tidak sadar muncul di dalam hati masing-masing penonton, walaupun mereka mengaku tidak berharap apa-apa, the bar has been set long before the movie even made. Sejahat itulah takdir yang menghantui Tenki no Ko yang berada di bawah bayang-bayang Kimi no Na wa.

Tapi dengan besarnya bayangan Kimi no Na wa Shinkai ingin melakukan eksperimen, seperti dalam wawancaranya dengan The Japan Times, dibanding membuat film yang menuai like dari para kritikus, Shinkai memilih untuk membuat film yang akan dibenci oleh para kritik. On that note, I believe the director is secretly a masochist. Shinkai merasa walaupun banyak orang yang mendukung dan menyapanya di jalan, tapi saat dia menonton TV atau bersantai di bar akan ada yang mengkritik film buatannya dan dia merasa, “Wah, orang ini sungguh benci sekali denganku.”

Bukannya menepis kebencian dari mereka, Shinkai memutuskan untuk menggunakan energi dari kebencian itu untuk membuat sebuah film baru, talk about redirecting negative energy, this guy has it figured out.

You can bet your arse there will be quality

Sebuah poin yang seharusnya bisa dilewati begitu saja, tapi rasanya tidak afdol bila tidak dibicarakan. Comix Wave sekali lagi memanjakan mata dengan animasi terbaik yang pernah saya lihat dari studio anime manapun. Namun ada beberapa hal yang membuat animasinya kali ini terasa lebih spesial, mulai dari animasi hujan yang mereka sajikan, transisi antara cuaca hujan dan cerah, dan kamu juga bisa melihat bagaimana Comix Wave mencoba untuk mempertahankan kualitas detil Tenki no Ko di tengah adegan full 3D CG. They tried to one-up themselves on every movies it’s awesome.

Tidak dimanja di mata saja, tapi juga dengan telinga, RADWIMPS sekali lagi membawakan background music yang sepertinya sudah menjadi sebuah kesatuan dengan filmnya. Nyaris setiap lagu terpadu dengan baik dengan adegan yang ditampilkan, hanya ada 1-2 lagu yang menurut saya kurang pas. Karena musik Kimi no Na wa juga digubah oleh RADWIMPS, tak ayal pasti ada kemiripan dengan lagu-lagu di Tenki no Ko.

Satu lagi yang saya sayangkan, lagu-lagu berlirik dalam Tenki no Ko sepertinya tidak se’kuat’ pendahulunya. Hanya Grand Escape saja yang berhasil nyangkut di telinga saya, lagu-lagu yang lain bagus sih, tapi belum bisa langsung mengulat dalam telinga saya like what Nandemonaiya and sparkle has done.

Speaking about quality, Natsumi is Shinkai’s best girl, maaf no debat.

Did Shinkai lost Shinkai’s magic?

Saya tidak tahu apakah “datar” adalah ekspresi yang bisa saya jabarkan untuk film Shinkai di tahun 2019 ini, namun fakta bahwa kolega saya tertidur somewhere on the first half of the movie persistGet some rest bro. Walaupun saya juga tahu kalau Tenki no Ko tidak bland-bland amat, namun untuk ukuran Shinkai, direction dari film ini sungguh berbeda dengan film-filmnya yang lain. Film-film Shinkai biasanya bisa menjahit berbagai macam adegan yang berbeda tempat, waktu, dan pelaku menjadi suatu kesatuan dimana he’ll eventually drop the twist bomb to the viewers. Saya masih ingat twist pertama Kimi no Na wa, albeit I’ve guessed it, masih memberikan impact yang luar biasa besar secara emosional.

Berbeda dengan filmnya yang lain, alur cerita dari Tenki no Ko terasa sangat lurus dari awal sampai akhir tanpa ada percabangan cerita atau muara yang mengumpulkan cerita dari berbagai cabang lain. Sayang pacing dan penceritaannya malah seperti roller coaster yang saya rasa adalah akibat dari banyaknya fokus karakter dalam film Tenki no Ko. Baik Kimi no Na wa, Kotonoha no Niwa, 5cm per Second, semua cerita ini sangat fokus kepada dua karakter utama dari film-film tersebut, dibantu dengan karakter pendukung yang tepat guna. Mungkin Shinkai ingin mencoba formula baru dalam filmnya, keluar dari kebiasaan lamanya.

I am an avid fan of Shinkai’s storytelling magic, sadly we found that this is what Tenki no Ko is lacking.

Annoying protagonist is annoying

Sepertinya Hodaka, karakter utama dari film ini akan menjadi sosok yang menyebalkan, for some. Namun saya rasa ini disengaja, karena Hodaka sendiri masih berumur belasan tahun saja, simply put he’s still a child. Keputusan-keputusan yang akan diambilnya, kecerobohannya, kebodohannya, bahkan keberaniannya hanya bisa ditemukan saat seseorang masih berumur belia. Saya rasa feeling-nya akan sama dengan kamu yang menganggap Honda Mio annoying (Honda kok Mio), karena mereka memang masih belum dewasa saja.

Namun perjalanannya dari seorang remaja yang masih hijau hingga akhirnya menemukan apa yang paling diinginkannya tanpa memperdulikan akibat dari perbuatannya itu (which doubles as the message for the movie) menurut saya pantas untuk disimak. Shinkai is

Is it good?

Of course it is, what are you talking about, sebagai sebuah film yang mandiri, film ini sangat fun dan enjoyable. Sama seperti niatan Shinkai yang ingin membuat film yang ‘massively entertaining’, film ini sesuai dengan tujuannya. Hanya saja saat kamu mulai membanding-bandingkan film ini dengan film Shinkai lain yang cukup berbeda. Tenki no Ko memiliki alur yang cukup mudah untuk diikuti selama kamu tidak ketiduran, dan menjanjikan visual yang memanjakan mata. Sayang di CGV tempat saya nonton *coughCPcough* kualitas audionya tidak bisa mengikuti kualitas dari film ini. Mungkin bila film ini masuk ke studio Starium di Grand Indonesia, saya akan mencoba menontonnya lagi.

Saya juga sangat merekomendasikan kamu yang suka dengan suara hujan, anak indie yang suka ngopi di sore hari sambil mendengarkan rintik air tertepis ujung atap kafe sembari memikirkan betapa sendunya hidup untuk menikmati suara hujan dalam film ini. Sangat menenangkan hati, alih-alih magical, namun bila kamu pernah terjebak di tengah-tengah typhoon di Jepang dan kebasahan karenanya, mungkin film ini malah akan membangkitkan PTSD kamu, it did for me.

Verdict: Shinkai is evolving/Give it a chance

Film ini mengemban beban yang besar setelah Kimi no Na wa, penontonnya mau tidak mau akan membandingkan film ini dengan blockbuster tersebut. Even I lost track about how much “Your Name” title is written on this impression. Sebagai a standalone filmTenki no Ko tetap sebuah film yang patut untuk ditonton, diberkahi dengan animasi level dewa dan soundtrack menawan RADWIMPS, saya tetap meninggalkan theater dengan rasa puas. Mungkin ceritanya tidak se-exciting film Shinkai yang lain, energi dan dinamisme yang disajikan oleh Tenki no Ko terasa berbeda. Tapi film ini memiliki energi tersendiri yang mampu membawa penonton menikmati dunia Shinkai yang terbaru, this is not your usual Shinkai movie.

Ada beberapa diskusi yang menyayangkan kalau film Tenki no Ko ini dibuat dengan terburu-buru, seingat saya Shinkai pun baru bisa memusatkan perhatiannya kepada Tenki no Ko setahun setelah Kimi no Na wa tayang. Bahkan di bulan Januari 2017 saat deadline proposalnya mendekat, dia pun masih belum bisa menentukan film seperti apa yang ingin dia buat. Di wawancara yang sama dia pun mengatakan kalau dia ingin membuat sebuah film dengan tipe ending yang berbeda dari film-film sebelumnya. Mungkin waktu adalah sebuah hal yang tidak dimiliki oleh Tenki no Ko, waktu untuk menggodok film ini secara sempurna.

Oh ya, about all those ad placements, the guy made the 2nd most successful anime film in Japanese history, udah pasti akan dipenuhi dengan iklan, dan apa salahnya? Lihat saja ada berapa banyak Audi di MCU.

Dikasih film endingnya sedih ribut, dikasih film yang endingnya terbuka ribut, dikasih film yang endingnya konklusif juga ribut. Maunya apa.

Coba nikmati Tenki no Ko sebagai sebuah eksperimen dari Shinkai, coba perhatikan bagaimana film ini berbeda dari film-film Shinkai yang sebelumnya dan cari sisi positif dari film yang “Kok nggak kerasa kaya film Shinkai sih aku geram grrr” ini. Saya senang Shinkai mencoba untuk berubah dan meng-explore formula lain yang berbeda, even knowing full well that he’ll received backlash for what he did. Shinkai menganggap kritikan kalian sebagai energi untuknya menciptakan karya baru, tapi harap diingat kalau kritik dan hujatan adalah 2 hal yang berbeda.

Mungkin kita sedang melihat Makoto Shinkai yang sedang berevolusi.
Afterallyou can’t spell Shinkai without 進化 (Shinka – Evolution).
Heh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *