Sejak populernya kultur internet di Indonesia, anime memang menjadi komoditi yang relatively mudah untuk didapat, apalagi dengan bertambahnya kecepatan internet dari tahun ke tahun membuat kecepatan otaku lokal mendapatkan dosis anime mingguan mereka. Selesai sudah hari-hari di mana kamu harus mencari anime di toko DVD atau VCD langganan atau ketinggalan anime karena VCD-nya sudah habis dibeli orang lain. Mencari anime menjadi semudah membalikkan telapak tangan.
Namun kemudahan itu mungkin bisa berbalik menjadi kemalangan, anime menjadi sebuah komoditi yang sangat mudah untuk didapatkan namun semua orang mendapatkannya lewat jalur yang tidak benar, alias ilegal. To be fair, untuk mendapatkan anime legal bertahun-tahun lalu pun seseorang harus mengimpor sendiri anime tersebut dari Jepang atau menunggu anime tersebut tayang di TV lokal, dan jelas tidak bisa dilakukan oleh semua orang dengan mudah.
Namun dewasa ini, dengan berkembangnya layanan VoD (View on Demand), mendapatkan anime legal menjadi cukup mudah terutama di luar negeri dengan layanan seperti Crunchyroll dan Netflix. Sejak Netflix masuk ke Indonesia pun sudah mulai ada judul-judul anime legal yang bisa dinikmati. Pada akhirnya, di Q3 2018 lalu muncullah Ponimu sebagai situs streaming dengan fokus anime legal di Indonesia.
Sekitar setahun setengah setelah kemunculannya, Ponimu baru saja mengumumkan penutupan situs streaming mereka per tanggal 6 Januari 2020. Berita ini cukup menggetarkan para warganet karena masa tayangnya yang relatif singkat. Apalagi mengingat situs-situs anime senada di luar negeri bisa bersaing dan bertahan.
Untuk mengetahui pendapat warganet, JOI mencoba untuk membuat sebuah makeshift poll sembari menunggu respons dari Ponimu. Sampai artikel ini ditulis, poll JOI sudah mengumpulkan jawaban dari sekitar 279 responden mengira-ngira kenapa Ponimu harus menutup layanan streamingnya. Berikut adalah hasilnya.
Pelanggan tidak mau membayar untuk menonton anime
Hasil terbesar dengan porsi di atas 36% dari total 100% ini menjadi sorotan utama, karena artinya banyak dari para responden yang menganggap kalau para calon pelanggan belum mau membayar untuk sekedar nonton anime legal. Hal ini bisa dipengaruhi oleh banyak faktor, menurut JOI, beberapa faktor tersebut di antara lainnya:
- Terbatasnya kuota dari penonton.
- Harga subskripsi yang dianggap terlalu tinggi.
- Library yang dihadirkan dianggap tidak price-to-performance.
- Dengan harga 0 rupiah, situs bajakan menghadirkan pilihan yang lebih banyak.
- Simulcast yang dihadirkan hanya 1 atau 2 per bulannya.
Harap diketahui kalau beberapa faktor di atas JOI simpulkan dari komentar-komentar yang ada baik di page JOI maupun page Ponimu. Bila dibandingkan, memang Ponimu tidak akan bisa menyaingi situs sekelas Crunchyroll walaupun Indonesia masuk dalam kawasan region lock oleh Crunchy. Ponimu juga sulit bila harus berhadapan dengan Netflix bila menyangkut variasi acara yang dihadirkan, apalagi Netflix sekarang sudah masuk ke Indonesia dan ikut membawa anime bersamanya.
Berikut adalah jawaban lain dari polling ini beserta dengan persentasi dari warganet yang memilihnya:
- Model bisnis subskripsi yang tidak cocok dengan orang Indonesia (~15,8%)
- Ponimu kekurangan dana modal untuk melanjutkan bisnisnya (~7,2%)
- Simulcast saja tidak cukup (~4,5%)
- Situs Ponimu terlalu mahal untuk dipelihara (~0,5%)
- Kurangnya traffic ke situs Ponimu (~14,7%)
- Orang-orang sudah mulai jenuh dengan anime (~5%)
Bersamaan dengan hasil terbesar, jawaban-jawaban pilihan dari JOI hanya mencapai total sekitar 85,4% dari total 100% responden yang menjawab, kira-kira sekitar 14,6% dari warganet memiliki jawaban-jawaban sendiri yang sepertinya menarik untuk dibahas.
“Kalo bisa nonton gratis kenapa harus bayar”
Lebih pada Terlambat menyadari kalau penggemar anime di indonesia lebih besar daripada perkiraan yang ada, karena penggemar anime pada umumnya berawal dari TV lokal yang menayangkan anime setiap hari minggu selain itu Ponimu juga Kalah bersaing dengan Media streaming dan FanSub yg memang lebih dulu terbang, sehingga masyarakat penggemar anime menganggap Ponimu hanya angin Lewat, “kalo bisa nonton gratis kenapa harus bayar ?” Mungkin itu yg ada dibenak penggemar anime indonesia saat ini, mengingat awal dari kecintaan akan anime berasal dari Televisi Swasta yg makin sekarang makin bobrok kualitasnya
“Ponimu kurang marketing”
Antara kurang cocok atau kurang promosi, saya saja baru kedua kali denger nama Ponimu. Atau memang saya yg kurang browsing. Ya semua bisa jadi opsi
“Kasih yang lagi ngetren”
Orang Indo bayar aja ga mau apalagi subs, tapi bukan model bisnis masalah utamanya. Mereka yang subs pleystesen+ dan nutflik aja mau kan? Jadi, menurutku masalah utamanya ada di library simulcast yang sama sekali ga menarik wibu indo. Bayangkan aja, ketika ada media seperti MAL, AniTrendz, bahkan JOI sendiri yang katakanlah tiap minggu bahas anime yang ngetren tapi mereka malah ngasih cuma movie Konon aja dan kebanyakan termasuk safe rating, (ok gadis tank dan vampire bagus ini). Aku ga tau seberapa susahnya dapet lisensi tapi bahkan RTiVi aja bisa nayangin monster saku matahari bulan kan (entah ini dari mereka atau bukan). Kesimpulannya, kasih anime yang emang ditonton wibu Indo, takdir/ atau anime harem pasti laku kok, dan kalo bisa jangan semua safe rating, kasih juga gore, horror, apa kek gitu. Jangan karena namanya berhubungan sama kuda kecil yang dikasih juga anime anak-anak, mereka mah bisa nonton di tv ga perlu subs. Kasih wibu Indo anime yang emang lagi ngetren, yang mereka sukai dan mereka mau nonton. Figure 2M aja dibeli kan, apalagi cuma subs yang katakanlah 50K sebulan.
“Koneksi tidak stabil”
tidak semua orang memiliki koneksi yang cukup stabil untuk melakukan streaming, sehingga mereka lebih memilih untuk mendownload anime ~~ilegal yang tentunya gratis~~
“Ilegal is better than legal dari kacamata orang Indo”
1. Ilegal is better than legal (kalo dilihat dri orang indo) 2. Untuk garapan mereka sendiri belum terlalu banyak, perkiraan dari staff juga belum lama menggeluti dunia perfansubsan 3. Gaya bahasa di setiap garapan mereka terlalu baku dan formal sehingga nggak terlalu bisa dinikmati
“Terbiasa yang gratis-gratis”
Pilih 1 doang susah sih, karna pilihan 2 (kurang dana) sama pilihan 4 (pelanggan gk mau bayar) kayaknya berasa banget d kulturnya orang Indonesia. Poin 1 (model bisnis subscribe) pun kayaknya berhubungan dengan poin 4 juga karena orang kita terbiasa yang gratis-gratis. Jadi ya dari pilihan-pilihan diatas bnyk bgt pengaruhnya.
“Modal ‘anime kami legal’ aja nggak cukup”
Kurangnya traffic, terutama karena pilihan anime di Ponimu sangat terbatas (saya tahu pengurusan lisensi tidak mudah, apalagi untuk judul-judul populer). Saya rasa alasan utama situs anime bajakan selalu laku adalah karena mereka menyediakan banyak anime, bahkan yang tidak mainstream atau NSFW sekalipun. Ponimu akan sulit bertahan menghadapi para pembajak ini hanya dengan modal “anime kami legal loh”. Mungkin lain halnya jika Ponimu menjadi platform sejenis Spotify, mereka menyediakan konten legal dan pilihannya sangat lengkap, itulah mengapa orang rela membayar premium demi musik-musik yang tidak terbatas di sana. Tapi model usaha begini pasti akan sulit jika diterapkan dalam bentuk anime.
“Analisa seorang profesional”
1. Pasar streaming udah dikuasai sama banyak pemain besar. Netflix juga bahkan punya konten anime. Sekarang juga udah ada Youtube Premium yang sangat memungkinkan punya konten2 anime ke depannya. Orang akan lebih memilih ke brand-brand yang lebih “terpercaya” seperti ini ketimbang brand baru. Kalau mau kalahkan mereka, kalahin burning rate-nya mereka (pemain besar). Trik Gojek vs Grab, gede2an duit, akhirnya beneran cuma dua itu yang survive, even sekelas Uber pun keok. Agak kurang setuju kalo dibilang nggak ada peminatnya. Peminat mah ada, tapi masalah kecocokan aja. Marketnya cocok harga nggak? Cocok sama kontennya nggak? Cocok sama platform-nya nggak? Ketika tiga pertanyaan ini nggak bisa terjawab, akan susah melejitnya. Ponimu udah berhasil di piramida AIDA yang pertama dan kedua, yakni Awareness dan Interaction, tapi masih belum berhasil naik ke dua piramida berikutnya: Desire dan Action. Upayanya terhenti di engagement, tapi minatnya tidak naik. Ada beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk mengakali masalah ini, tetapi tampaknya tidak akan cukup kalo dirangkum semua di sini. Saya hanya berharap semoga tim Ponimu terus semangat. Coba sesekali ngobrol sama anak2 agency digital marketing untuk insight soal leads and conversion. Itu akan sangat membantu. Salam! — Unknown Man, Media Buying Specialist at some marketing agency.
Namun saat ini kenapa Ponimu harus menutup layanan streamingnya memang belum bisa diketahui dengan pasti, jawaban-jawaban di atas merupakan analisa dan spekulasi sendiri dari para responden yang telah memberikan pendapatnya lewat JOI Poll. Bila kami bisa mengambil analisa dari jawaban-jawaban yang diberikan, ada beberapa point yang bisa disimpulkan menjadi penyebab calon customer belum ingin menginvestasikan waktunya kepada Ponimu.
- Kurangnya seri anime yang menarik perhatian.
- Seri simulcast yang dibawakan kalah bersaing dengan bajakan.
- Dorongan nonton ‘anime legal’ saja tidak cukup.
- Orang-orang masih mencari price-to-performance yang tepat.
Manusia memang lebih mudah mengingat keburukan dibandingkan dengan kebaikan dan manfaat. Walaupun memang JOI tidak bisa bilang Ponimu berhasil untuk menggaet pasar Indonesia, mari kita apresiasi keberanian dari mereka yang sudah mencoba untuk bertaruh membawakan anime-anime legal ke Indonesia.