Pekerja asing semakin banyak yang masuk ke Jepang berkat regulasi yang lebih bersahabat. Hal ini tentu saja berujung pada perubahan lingkungan kerjanya dan Agensi Pekerja Persol Group mengadakan survey untuk mengetahui respon dari meningkatnya keberadaan pekerja asing.
Dalam sebuah survei terhadap manajer Jepang dengan bawahan asing, 34,3 persen dari 872 responden melaporkan bahwa mereka merasakan stres yang hebat karena tantangan yang dihadirkan oleh situasi ini. Selain itu, 17,2 persen manajer pekerja asing mengatakan bahwa jika mereka bisa, mereka ingin segera keluar dari pekerjaan mereka.
Ketika ditanya kesulitan macam apa yang mereka hadapi (dan lebih dari satu jawaban diijinkan), para manajer memiliki daftar panjang masalah, dengan lima teratas adalah:
1. Pekerja asing sangat asertif (46,1 persen)
2. Mereka tidak memahami hal-hal yang dianggap masuk akal bagi orang Jepang (41,6 persen)
3. Mereka mengajukan tuntutan kenaikan gaji yang agresif (40,7 persen)
4. Mereka memiliki tingkat loyalitas yang rendah terhadap perusahaan/organisasi (40,1 persen)
5. Butuh waktu lama untuk mengajari mereka cara melakukan pekerjaan mereka (40 persen)
Selain itu ketika ditanya tentang tingkat keterampilan bawahan asing mereka, 30 persen manajer mengatakan bahwa mereka kurang terampil, dan hanya 39,6 persen yang menemukan keterampilan mereka memuaskan.
Manajemen Jepang terkenal sangat kaku dan tradisional, sehingga mudah berpikir bahwa tingginya frekuensi masalah diatas itu akibat manajer yang tidak bisa beradaptasi. Namun perlu diketahui juga bahwa Jepang umumnya tidak mementingkan latar belakang pendidikan atau keahlian pegawai mereka, perusahaan umumnya akan melatih mereka untuk posisi yang dibutuhkan.
Hanya saja metode tersebut hanya efektif bila pegawai sepenuhnya menuruti dan mengikuti instruksi perusahaan. Seperti yang ditunjukkan posisi pertama peringkat di atas, pegawai luar Jepang yang lebih asertif akan berasumsi bila mereka diterima perusahaan itu adalah tanda bahwa perusahaan membutuhkan talenta mereka. Jadi mereka tidak akan merespon dengan baik instruksi yang terlalu intrusif dan pemberian posisi yang tidak relevan.
Kesalahpahaman inilah yang mengakibatkan 30% laporan bahwa pegawai asing tidak ahli (karena pelatihan tidak diserap dengan baik) dan 40% laporan kalau pelatihan memakan waktu lama (karena perusahaan gagal menekankan bahwa instruksi mereka itu wajib). Singkatnya metode manajemen Jepang sangat tidak cocok dengan pegawai luar Jepang yang tentu memiliki budaya dan temperamen yang berbeda. Wajar saja para manajer, bahkan yang toleran sekalipun; akan kesulitan berhadapan dengan pegawai asing.
Menyoroti kesulitan itu, Persol Group bertanya kepada para manajer tentang jenis dukungan atau pelatihan apa yang telah mereka terima sebelum ditugaskan bersama pegawai asing. Tanggapan termasuk pelatihan khusus dan konsultasi diberikan, namun hampir setengah dari manajer, yaitu 46,1 persen; mengatakan mereka tidak menerima dukungan atau pelatihan apa pun tentang cara bekerja secara efektif dengan pegawai asing, yang tentu sangat membebani mereka serta para pekerja.
Kekurangan SDM juga bisa menjadi faktor dalam masalah 3 dan 4 dalam daftar manajer, tuntutan untuk kenaikan gaji dan loyalitas yang rendah terhadap perusahaan. Sekali lagi, dengan pekerja Jepang, harapannya adalah sebagian besar bahwa mereka akan terus bekerja dengan perusahaan selama bertahun-tahun, bahkan untuk seluruh karir mereka, dengan bonus tambahan dan promosi di sepanjang jalan. Di sisi lain, sering kali ada persepsi bahwa karyawan asing cenderung meninggalkan Jepang di masa depan. Hal ini sering membuat mereka cenderung gagal menjadi kandidat untuk promosi, peran manajerial, dan penugasan lainnya yang umumnya menghasilkan lebih banyak manfaat finansial bagi karyawan dan rasa kesetiaan yang lebih kuat kepada perusahaan.
Dengan demikian, menyelesaikan masalah loyalitas pekerja asing yang lebih rendah dan tuntutan kompensasi yang lebih agresif mungkin berada di luar ruang lingkup apa yang dapat dilakukan manajer langsung mereka, dan sesuatu yang harus dilakukan oleh atasan di departemen SDM dalam hal membantu pegawai asing melihat manfaat memetakan karier jangka panjang dengan perusahaan. Yuji Kobayashi, salah satu peneliti utama Persol Group pada survei, menekankan pentingnya perusahaan Jepang menciptakan manual dan sistem pendukung yang lebih baik, terutama dengan begitu banyak manajer yang masih relatif tidak berpengalaman dalam mengelola pegawai asing.
Sebagai penutup yang lebih positif, perlu ditunjukkan bahwa secara keseluruhan, kesulitan manajemen ini kurang terjadi pada karyawan asing yang berada dalam posisi penuh dan reguler daripada jenis pekerjaan lain. Sementara 39,9 persen manajer pegawai paruh waktu asing merasakan tekanan yang hebat, dari 39,1 persen manajer magang/peserta pelatihan, hanya 30,9 persen merasa demikian tentang karyawan asing yang bekerja penuh. Demikian juga, 38,7 persen manajer paruh waktu mengatakan keterampilan mereka tidak memadai, dengan 30,2 persen untuk pekerja magang dan hanya 27,2 persen untuk pekerja penuh. Angka-angka itu menunjukkan bahwa setidaknya segala sesuatunya menjadi sedikit lebih mudah, semakin lama karyawan asing bekerja, seperti yang dilakukan orang yang lahir dan besar di Jepang.
Sumber: Soranews