Mungkin kalian yang berkunjung ke Jepang, akan sering kali melihat orang Jepang disana mengenakan masker bedah dimana pun, baik tua-muda, laki-laki maupun perempuan, bahkan sebelum wabah corona ini menyebar. Apalagi saat ini tersebar kabar bahwa masker bedah sempat langka disana. Memang Jepang memiliki masyarakat pekerja keras, dan penyebaran penyakit yang dapat mengurangi produktivitas selalu menjadi perhatian di sekolah dan tempat kerja, tetapi itu sepertinya bukan alasan yang cukup untuk maraknya masker di Jepang yang terkadang membuat kantor-kantor Tokyo lebih terlihat seperti ruang operasi.
Umumnya masker di Jepang dikenakan oleh orang-orang yang sudah terserang penyakit, sebagai bentuk kesopanan saat kalian berada di tempat umum agar tidak menularkan penyakit ke lingkungan sekitar. Masker juga digunakan untuk anda yang sensitif terhadap debu dan yang sedang berada dilingkungan yang rawan polusi guna melindungi saluran pernafasan. Namun masalah kesehatan hanyalah sedikit persamaan dari pemakaian masker saat ini, karena menurut penelitian terbaru mengungkapkan berbagai alasan orang di Jepang memakai masker tidak ada hubungannya dengan kebersihan.
Hal tersebut mulai berubah pada tahun 2003, ketika pembuat pasokan medis Unicharm merilis masker jenis baru yang dirancang khusus untuk penderita demam. Sampai saat itu, sebagian besar topeng terbuat dari katun, dengan kantong bagian dalam di mana kasa diletakkan. Setelah melepas topeng pengguna membuang kain kasa, mencuci topeng kapas untuk digunakan kembali, dan mengisikan kasa baru dibagian saku dalamnya.
Lalu kemudian berkembang masker anti hayfever Unicharm, terbuat dari bahan non-woven yang lebih efektif dalam memblokir serbuk sari. Masker ini bersifat sekali pakai dan bisa dibeli dengan harga murah dalam jumlah besar. Jenis masker terbaru ini adalah titik balik perubahan penggunaan masker, dan firma riset bisnis Fuji Keizai sekarang mengatakan masker non-woven meliputi 86% dari keseluruhan masker yang beredar di pasaran saat ini.
Pengenalan masker yang murah dan mudah digunakan ini membuatnya lebih praktis untuk dipakai guna mencegah sakit. Penggunaan alat transportasi umum yang sering kali menghabiskan waktu satu jam atau lebih mengharuskan kamu berdesakan dengan penumpang lainnya, dimana tidak semua orang memiliki kesadaran untuk meletakan smartphone untuk menutup mulut ketika mereka batuk atau bersin.
Angka penjualan menunjukkan bahwa penggunaan masker telah meningkat lebih dari tiga kali lipat selama dekade terakhir, dengan lonjakan besar yang disebabkan oleh kekhawatiran wabah influenza pada tahun 2009 dan kekhawatiran terhadap partikel mikro setelah gempa bumi dan kecelakaan nuklir tahun 2011. Namun semakin kesini karena masker dinilai dapat memberikan manfaat “melindungi” atau “menyembunyikan” sesuatu, maka beberapa orang menggunakannya untuk tujuan yang tidak ada hubungannya dengan kesehatan fisik.
Seorang ibu berusia 46 tahun yang dirinya mengenakan masker setiap hari di musim dingin untuk mencegah sakit, mengatakan putrinya yang berusia sekolah menengah mengenakan masker untuk alasan yang sangat berbeda. “Dia mengenakan masker dan menempelkan headphone di telinganya sehingga orang tidak akan mengganggunya. Itu membuat mereka lebih sulit untuk mulai berbicara dengannya. ”
Psikolog remaja Jun Fujikake menyatakan, “Ketika kita berurusan dengan orang lain, kita harus menilai apakah akan melakukan hal-hal seperti tersenyum atau menunjukkan kemarahan. Dengan memakai masker, kamu bisa mencegah hal itu. Tren mengenakan masker untuk mencegah kontak langsung dengan orang lain mungkin berakar pada budaya anak muda saat ini di mana banyak dari mereka lebih terbiasa berkomunikasi secara tidak langsung melalui email dan media sosial. ”
Selain itu masker kini tidak lagi membuat pemakaiannya menjadi tidak menarik, justru orang-orang menjadikan masker sebagai bagian dari fashion dan memberikan manfaat kecantikan untuk mereka. Salah satu model profesional yang diwawancarai oleh wartawan mengatakan dia sering mengenakan masker setelah membersihkan riasan wajahnya di akhir pemotretan, untuk menjaga agar wajahnya yang asli tetap tersembunyi dari publik. Bahkan wanita yang mata pencahariannya tidak bergantung pada penampilan terbaik mereka setiap saat (tidak selalu mengenakan full make up), menemukan masker berguna di saat-saat mereka sekedar berbelanja ke minimarket tanpa perlu menghabiskan waktu setengah jam sebelumnya untuk memakai lipgloss dan bedak.
Beberapa orang bahkan melihat masker sebagai aksesori modis. Pencarian online untuk “gadis Jepang bermasker” akan memunculkan ratusan hasil, dan mendorong semakin banyak perusahaan yang menawarkan masker dengan berbagai pola menarik untuk wanita maupun pria. Bahkan ada masker yang menurut penjualnya akan membantu Anda menurunkan berat badan. Pembuat kosmetik T-Garden telah terjun ke arena masker dengan Flavour Mask-nya. Tidak hanya menampilkan desain cantik-merah muda, setiap masker sekali pakai ini dilengkapi dengan aroma raspberry, yang menurut T-Garden akan meningkatkan metabolisme anda.
The post Masker Di Jepang, Benda Wajib Yang Paling Dicari! appeared first on Japanese Station.