Kamakura, sebuah kota di Prefektur Kanagawa yang secara de facto adalah mantan ibukota dari Jepang pada era 1200 hingga 1300 setelah masehi (Edmond Papinot, 1972). Di masa modern, Kamakura merupakan kota yang dipenuhi oleh patung Buddha dan kuil Shinto, sehingga sering diadakan festival budaya di setiap musimnya. Kota ini juga menjadi destinasi wisata paling terkenal di Jepang dengan 20 juta turis domestik dan mancanegara berkunjung tiap tahunnya.
Turis yang datang ini disuguhkan oleh pemandangan bersejarah dan setelah mengeksplor situs-situs bersejarah tersebut, sebagian besar mereka berkunjung ke Jalan Komachi. Jalan Komachi ini dipenuhi oleh jajanan pinggir jalan di tengah kota Kamakura. Tidak hanya menjual souvenir, toko-toko ini juga menjual makanan seperti es krim, crepes, mochi, cracker, kroket, es buah, bahkan jajanan makanan laut. Sejumlah pemandu wisata sering merekomendasikan jalan ini kepada para turis jika ingin menikmati tabe-aruki (makan sambil berjalan).
Kegiatan tabe-aruki ini memang terlihat sepele, namun hal ini banyak ditentang oleh warga Kamakura sendiri. Berdasarkan liputan Kyodo News pada 22 Maret lalu, Pemerintah Kota Kamakura mendapat banyak komplain dari warga lokal mengenai kegiatan tabe-aruki. Banyak dari warga yang komplain ini pakaiannya sering kotor akibat bersenggolan dengan para turis yang makan sambil berjalan. Pakaian mereka ini sering terkena saus dan es krim dari para turis yang berjalan lalu lalang di jalan Komachi. Pihak pemerintah kota berusaha memperbaiki aturan tata krama tersebut berupa ketentuan untuk mengendalikan diri ketika datang ke tempat yang dipenuhi turis. Ketentuan tersebut sangat tidak biasa untuk dijadikan aturan resmi dan hanya sedikit contoh khusus, jika dilihat dari preseden 47 prefektur di Jepang. Dilansir Yahoo News, aturan ini akan berlaku per 1 April 2019.
Menurut laporan, komplain tertinggi datang dari jalan Komachi dan jalan dari patung Buddha di Kotoku menuju ke Stasiun Hase. Selain komplain terkait pakaian yang terkotori, ada juga komplain terkait sampah di sepanjang jalan. Aturan di atas dianggap agar bisa mendorong perbaikan tata krama, tanpa memberikan denda ataupun pembatasan penjualan bagi para pemilik toko dan kios. Selain makan sambil berjalan, aturan baru tersebut juga membahas topik lokasi pengambilan gambar (seperti di tengah jalan), dan pemotongan batang bambu atau tanaman lain di samping jalan sebagai souvenir.
Penegakan aturan baru tersebut juga mendapat reaksi di media sosial. Sejumlah netizen Jepang ada yang menyetujui aturan tersebut dan sebagian lainnya tidak. Salah satu contoh netizen yang mendukung penerapan aturan ini seperti,
鎌倉市が決めた「食べ歩き自粛条例」
・食べ歩き
・条例
という話にとどまらず『お互いに気持ちよく過ごすための配慮』
を大事にしてほしいのじゃ。色々な考え方や文化があるのじゃが、鎌倉だけでなく、公共の場所ではいつも心がけたいものじゃな^^
— 鎌倉のかまじい (@kama_iko) March 22, 2019
“Mengenai aturan melawan makan sambil berjalan oleh Pemerintah Kota Kamakura. Ini tidak terbatas hanya tentang tabe-aruki. Aku hanya ingin semua orang untuk mempertimbangkan perasaan orang lain sehingga kita bisa menikmati hidup masing-masing. Memang banyak budaya dan cara pikir di luar sana, tapi aku berharap orang-orang ini dapat mengingatkan diri saat mereka di ruang publik, tidak hanya di Kamakura.”
Tidak hanya membahayakan pakaian orang lain, makan sambil berjalan juga dianggap tidak aman seperti kicauan netizen berikut,
鎌倉で食べ歩きなんかしてたら、トンビに襲われるので、そんなことできない。 >RT
(襲われたことがある)(ドーナツ持っていかれた)(怪我がなくてよかった)
— マチルダ (@matilda841) March 22, 2019
“Jika aku mencoba makan sambil berjalan di Kamakura, aku akan diserang oleh burung-burung hitam, sehingga aku tidak pernah mencobanya lagi. (Aku pernah diserang sebelumnya) (mereka mengambil donatku) (untungnya aku tidak apa-apa.)”
Sementara itu, netizen yang merasa aturan ini akan berdampak negatif berkicau,
鎌倉で食べ歩き禁止条例っ?!気持ちはわかるけど、楽しみ半減するー。
あと、売り上げめちゃくちゃ落ちるじゃん。やり方考えてくださいよー。— ウネ@bサバえすか (@unevaku) March 24, 2019
“Sebuah aturan yang melarang makan sambil berjalan di Kamakura?! Aku bisa mengerti mengapa mereka melakukan ini tapi mereka menghilangkan setengah dari kesenangan itu…dan juga, penjualan (disana) akan turun drastis. Ayolah (Kota Kamakura), cobalah berpikir lebih lagi dalam cara kalian melakukannya.”
Sumber: Yahoo Japan, Grapee