“Seorang pencerita yang brilian,” komentar Emily St John Mandel, penulis Station Eleven, terhadap Minato Kanae, penulis novel Penance. Tidak berhenti di Confessions, Penerbit Haru kembali akan menerbitkan buku lainnya dari Minato Kanae yang berjudul Penance pada bulan Mei 2020 mendatang. Kali ini, Minato Kanae hadir untuk mendekatkan pembaca dengan sisi gelap sebuah kejahatan yang dampaknya tak hanya pada keluarga korban tetapi juga saksi dan penyintas kejahatan itu sendiri.
Penance: Menerima Keterbatasan Manusia melalui Trauma
Masih dengan genre iya-misu, pembaca diajak menyelisik trauma atas kejadian kejahatan yang pernah terjadi dalam hidup seorang individu. Pada 2017 lalu, masyarakat Jakarta Barat dihebohkan dengan insiden penusukan dua anggota brimob. Peristiwa ini terjadi setelah keduanya menjalankan ibadah di Masjid Falatehan. Seorang yang tidak dikenal tiba-tiba menikam kedua anggota brimob yang posisinya tidak jauh dari pelaku menggunakan pisau sangkur. Usai menikam, pelaku kemudian melarikan diri. Kejadian ini terjadi di tempat umum, di mana orang lain selain korban dan pelaku, bisa melihat dan mengalami kenangan buruk sebagai akibatnya. Seperti yang diliput oleh media CNN Indonesia, seorang petugas Dinas Sosial Jakarta Selatan yang merupakan salah satu saksi dari kejadian ini, merasa takut dan memutuskan untuk berlari untuk menyelamatkan diri. Hafizalam mengaku sempat mengalami trauma meski hanya sebentar. Dalam artikel lain yang mewawancarai seorang psikolog, Ayoe Sutomo, menyampaikan bahwa bukanlah hal aneh bila jemaah dan warga sekitar merasa takut dan khawatir untuk kembali menunaikan ibadah di masjid itu. Sejumlah orang yang melihat langsung kejadian tersebut bisa mengidap trauma yang tak bisa dianggap sepele.
Meski yang masyarakat umum ketahui adalah korban dan pelaku saja, tetapi sebenarnya ada dampak lain dari sebuah kejahatan yang terjadi. Di sanalah kisah novel Penance terletak, dalam sebuah ruang gelap yang tidak banyak diketahui oleh orang lain. Pembaca akan dibawa untuk ikut merasakan perasaan penyintas dan bagaimana mereka menyikapi sebuah kejadian traumatis.
Sebagai ciri khas Minato Kanae, seperti Confessions, Penance juga ditulis dengan sudut padang para tokoh. Sae, Maki, Akiko, Yuko, dan Emily menikmati masa SD-nya hingga seorang lelaki muncul untuk meminta bantuan dari mereka. Lelaki itu membunuh Emily. Namun, penyelidikan mandek karena keempat orang lainnya tidak mampu memberikan detail dan deskripsi yang lengkap tentang lelaki pembunuhnya. Tidak berhenti di sana, ibu Emily bahkan mengancam mereka untuk menemukan pembunuhnya, katanya, “temukan pembunuhnya, atau ganti rugi dengan cara yang bisa kuterima. Jika tidak, aku akan membalas dendam kepada kalian.” Dari sanalah keempat teman Emily kemudian berkisah tentang tragedi demi tragedi yang terjadi setelah kejadian tersebut.
Penance dituliskan dalam perspektif yang berbeda-beda, menyuarakan isi hati masing-masing tokoh. Perbedaan inilah yang membuat tulisan Ratu Iya-Misu ini terkesan unik. Buku ini berhasil menunjukkan bahwa kata-kata dan anggapan benar dan salah memiliki efek yang luar biasa seperti kejadian pembunuhan itu sendiri.
Tentang Iya-misu
Iya-misu adalah misteri iyuh, sebuah misteri yang meninggalkan rasa tidak enak setelah membacanya yang biasanya menceritakan kisah misteri yang menonjolkan sisi gelap manusia. Di sini pelaku kejahatan bukanlah seorang yang murni bertindak jahat, melainkan terseret untuk melintasi batas benar-salah dan jahat-baik karena satu dan lain sebab. Selain Minato Kanae, penulis kisah iya-misu lainnya adalah Akiyoshi Rikako, Kirino Natsuo, Gilian Flynn, dan masih banyak lagi.
Sumber: Press release Penerbit Haru