Saat masih kecil, di antara kalian mungkin ada yang terpukau dengan sosok putri duyung yang sering diceritakan di dongeng-dongeng yang pernah diperdengarkan kepada kalian. Di Jepang, ada wanita-wanita penyelam bagaikan putri duyung tangguh yang terbiasa mengarungi laut dalam kehidupan sehari-harinya, tanpa bantuan alat pernafasan. Mereka adalah penyelam Ama (海女), jika diterjemahkan langsung dari kanji-nya memiliki arti “wanita laut”.
Para wanita Ama sudah ada di Jepang sejak 2.000-3.000 tahun lalu, tersebar di berbagai daerah pesisir Jepang, dan tercatat dalam antologi puisi kuno Jepang, Man’yoshu. Dahulu, wanita disebut lebih cocok menyelami lautan karena memiliki lemak lebih banyak di dalam tubuh. Lemak-lemak yang terkandung di dalam tubuh wanita dipercaya mampu membantu mereka lebih tahan lama melawan suhu air yang dingin.
Penyelam Ama rata-rata sudah dilatih untuk menyelam saat masih berusia 12 tahun. Kemudian, hal yang mengagumkan adalah kebanyakan dari mereka baru berhenti menyelami lautan saat usia sudah menyentuh 70 sampai 80 tahun.
Pada zaman sekarang mereka lebih terkenal sebagai wanita-wanita yang mengumpulkan mutiara, namun sebenarnya pada awalnya tidak demikian. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka berenang bebas untuk mengambil hasil laut terutama kerang-kerangan dan rumput laut. Sejak seorang pengusaha bernama Kokichi Mikimoto memulai usaha budidaya mutiara pada tahun 1893, penyelam Ama diberi tugas untuk melancarkan usaha Mikimoto.
Sejak dulu, para penyelam ini mengadaptasi suatu teknik pernapasan yang membuat mereka bisa bertahan di dalam air selama dua menit kemudian kembali ke permukaan untuk mengambil napas. Perlengkapan menyelam yang digunakan pun sangat sederhana, yakni cawat dan bandana saja. Mereka tak menggunakan alat bantu pernapasan sama sekali, bahkan sampai sekarang pun juga demikian. Perlengkapan modern yang ditambah untuk dipakai oleh para penyelam Ama zaman sekarang hanyalah masker khusus dan pakaian menyelam berbahan neoprene.
Seiring bertambahnya waktu, jumlah penyelam Ama semakin menipis. Pada tahun 1950-an, jumlah mereka diyakini lebih dari 17.000 orang, namun sekarang hanya kurang dari 2.000 orang. Faktor yang membuat penyelam Ama berkurang antara lain karena banyaknya tawaran pekerjaan untuk wanita di zaman sekarang, juga adanya usaha perikanan komersial.
Walaupun begitu, penyelam Ama yang bertahan sampai sekarang masih menggunakan teknik tradisional mereka untuk memperoleh panganan hasil laut. Mereka masih bisa ditemui di Ise-Shima, Kota Toba, Prefektur Mie, dan kalian juga bisa turut mencicipi hasil laut yang mereka peroleh di pondokan khusus Ama.
Featured image: spey
Source: Forbes
The post Penyelam Ama, Para Putri Duyung Tangguh Tradisional Jepang appeared first on Japanese Station.