Kepolisian Metropolitan Tokyo pada hari Minggu (09/05) meringkus seorang pria atas dugaan mempublikasi dan menyebar 39 foto atlet perempuan di internet. Pria berusia 37 tahun ini dijerat pasal pelanggaran hak cipta pasalnya tak memiliki izin dari pemilik hak cipta yaitu sebuah stasiun televisi di bilangan Tokyo. Namun setelah diinvestigasi, kasus ini melebar ke ranah pornografi setelah ditemukan foto juga beredar di situs dewasa.
Pria yang bekerja sebagai pengusaha tersebut mengakui perbuatannya. Ia mengakui bahwa ia juga menyebarkan foto-foto atlet perempuan teresebut di situs-situs dewasa untuk tujuan seksual. Namun pihak kepolisian tidak mengungkap bagaimana terduga pelaku mengambil atau memiliki foto yang memberatkannya. Perlu diketahui, pengambilan dan publikasi gambar di sebuah kompetisi harus memiliki perizinan dari organisasi utama kompetisinya.
Pria berinisial KK ini juga secara sukarela menjelaskan bahwa, “Terdapat pilihan genre atlet di situs tersebut dan beberapa kata kunci seperti ‘insiden penayangan’ dan ‘adegan erotis’ pada gambar-gambar atlet top dan amatir saat kompetisi”. Lebih jauh lagi, ditemukan bahwa KK mengoperasikan sembilan situs dewasa sejak tahun 2011 dan meraup untung hingga 120 juta yen dari iklan.
Tujuh organisasi olahraga seperti JOC (Japanese Olympic Committee) merilis pernyataan untuk mencegah dampak terkait voyeurism pada November 2020. Dalam pernyataannya, mereka menemukan banyak foto-foto yang diambil saat kompetisi olahraga tersebar di internet dan terdapat tambahan deskripsi dengan kata-kata yang tidak senonoh. Di bulan yang sama, JOC membagikan formulir informasi untuk diisi responden di situs resminya. Hasilnya terdapat sekitar 1.000 responden yang mengalami kerugian terkait tindakan tidak senonoh tersebut.
Kerugian secara mental akibat dari tindakan pengambilan foto ini tak hanya dialami oleh para atlet perempuan ternama, melainkan juga pada atlet dengan jangkauan nasional. Privasi mereka terkait umur, media sosial, hingga informasi pribadi menjadi material yang paling sering disebarkan di internet.
“Terdapat kasus dimana para atlet mengalami kerugian secara mental dan mengundurkan diri dari kompetisi,” jelas perwakilan dari JOC. Setiap organisasi yang menangani kompetisi olahraga kini harus membatasi akses orang-orang yang tidak berkepentingan saat jalannya kompetisi. Pelarangan terkait pengambilan gambar juga akan diterapkan lebih ketat untuk meminimalisir jumlah kasus serupa.