Di hari kedua, Pekan Sinema Jepang 2018 terus mengeluarkan film-film keren yang eksklusif tayang di atrium-atrium bioskop CGV Grand Indonesia Jakarta! Setelah One Cut of the Dead yang luar biasa menarik hati, apakah ada film menarik lainnya di hari kedua ini?
Sudah pasti! Fokus pada hari kedua Pekan Sinema Jepang 2018 kali ini adalah sebuah film yang diangkat dari kumpulan puisi oleh Saihate Tahi, yang berjudul The Tokyo Night Sky is the Densest Shade of Blue (Yozora wa Itsudemo Saiko Mitsudo No Ao Iro Da).
Lantas, bagaimana dengan impresi kita atas filmnya? Simak review selengkapnya di bawah ini!
The Tokyo Night Sky Is The Densest Shade of Blue
Sinopsis:
The Tokyo Night Sky is The Densest Shade of Blue adalah kisah yang sederhana tentang kerasnya hidup di Tokyo melalui sudut pandang seorang pekerja konstruksi, dan seorang suster yang punya kerja sambilan. Akan tetapi, pengalaman menonton yang akan kamu saksikan jauh dari kata biasa.
Review:
Film ini adalah keseharian Tokyo versi Yuya Ishii yang dilebih-lebihkan demi pesan atas begitu sesak dan asingnya kota tersebut bahkan bagi penghuninya dapat sampai, ungkap Shizuka Ishibashi di Pekan Sinema Jepang 2018, dan jelas ia tidak mengada-ada.
Mika dan Shinji melihat kematian melalui latar belakang yang berbeda, namun dengan kehidupan yang sepintas sama pula. Akting brilian dari Shizuka Ishibashi dan Sosuke Ikematsu juga menangkap kegelisahan-kegelisahan tersirat dari Mika, sang perawat dan Shinji, sang pekerja konstruksi.
Emosi-emosi yang lambat laun dibangun dari awal film juga semakin menyesakkan dari pergerakan kamera yang sejenak tenang, hanya untuk kembali memusingkan di kemudian waktu. Yang membuatnya brilian, semua dari emosi yang dibangun tersebut terbayar dengan momen-momen tenang saat mereka bertemu.
Ryuhei Matsuda, dan Paul Magsign sebagai kedua teman sekerja Shinji, bahkan Mikako Ichikawa yang mencuri sorotan saat berperan sebagai Ibu Mika pun begitu penting dalam mewujudkan kisah film ini secara penuh. The Tokyo Night Sky is The Densest Shade of Blue pantas mendapatkan tepuk tangan yang meriah.
Rating: 9/10
Miss Hokusai
Sinopsis:
Miss Hokusai adalah adaptasi manga karya Hinako Sugiura yang dirilis tahun 2015. Sutradara Keiichi Hara mereplikasi kisah duo seniman ayah-anak Katsushika Hokusai dan O-Ei, dan setiap karya seni yang mereka lahirkan bersama dengan kegalauan mereka melalui animasi demi animasi yang imajinatif.
Review:
Miss Hokusai mengambil pendekatan otobiografis dalam adaptasinya, namun nuansa dalam sinematografi anime ini tak jarang bentrok dengan pilihan musiknya sehingga setiap momen-momen di dalam film ini cepat sekali terasa hambar.
Rating: 7/10
Tremble All You Want
Sinopsis:
Yoshika punya dua pria yang tinggal di dalam benaknya. Satu, Ichi, lelaki yang ditaksirnya semenjak SMP bahkan hingga saat ia sekarang sudah berusia kepala dua. Lalu ada pula Dua, lelaki yang baru saja menyatakan cinta kepadanya, apalagi ketika ia baru pertama kalinya dinyatakan cinta oleh seorang lelaki.
Review:
Film brilian ini jelas merupakan adaptasi bebas dari novel karangan Risa Wataya, yang aslinya lebih terlihat sebagai celotehan dalam hati sang tokoh utama dari awal hingga akhir. Yang membuat film ini semakin menarik ialah kenyataan bahwa ia mampu membangun struktur yang mengesankan dari novel tersebut.
CONTINUE READING BELOW
Sutradara Akiko Ooku dengan hati-hati membingkai Yoshika dan segala tumpah ruah kegalauannya dalam cinta segitiga khayalan ini bahkan menangkap krisis cinta Yoshika di tengah hidup sebagai pegawai akuntansi yang menjenuhkan dengan apik!
Rating: 8/10
Apakah kamu juga sempat mampir menonton film maupun anime yang sedang tayang di Pekan Sinema Jepang 2018? Bagikan pendapatmu dalam kolom komentar!