Sebagai film anime dengan pesona hype yang luar biasa parah membajiri linimasa seluruh sosmed dengan segudang prestasi yang tak perlu lagi diungkit, pastinya tidak mengherankan jika penayangannya di tanah air langsung disambut dengan suka cita oleh otaku lokal, mestinya sih udah tayang dari tahun 2020 kemarin, tapi karena virus kita tercinta yang ngebuat mas-mas bioskop nyaris gulung tikar di tahun itu, membuat “Kimetsu no Yaiba the Movie: Mugen Train“ jadi angin segar untuk menyambut tahun baru.
Tentunya kalian semua masih ingat bagaimana ending dari serial TVnya dimana Tanjiro Kamado bersama kawan-kawan sablengnya yang nyaris ketinggalan kereta dimana mereka diutus untuk menyelidiki gelagat aneh pada para penumpang kereta yang katanya sih sekali naik gak pernah turun lagi.
Maka dari itu, Rengoku Kyojuro sebagai Hashira papan atas diminta terjun lansung ke TKP bersama Kamado Tanjiro, kariyawan PLN Zenitsu Agatsuma dan karakter paling bacot di film ini Inosuke Hashibira, oh ya, imouto tercinta Nezuko Kamado juga ikut serta dalam brankas portable.
Naik kereta api tut… tut… tut…
Deidara proud of you
Sedikit tambahan, Kimetsu no Yaiba Movie membuka filmnya dengan potongan narasi dari pak leader Kagaya Ubuyashiki yang lagi jalan-jalan santai di sebuah makam sambil nyebutin nama-nama anak asuhnya yang telah gugur, narasi ini diakhiri dengan pernyataan sakti ala-ala bos mafia untuk ngebalasin kematian mereka, dan boom! filmnya dimulai
Oke, balik ke persoalan kereta yak~ Pertama, KEREN BANGET EUY! sebagai adaptasi dari arc Mugen Train dari serial manganya, Set-up yang dihadirkan sangatlah lengkap tanpa meninggalkan bagian-bagian penting, pembaca manga bakalan manut-manut saat melihat alur dan perspektif yang diberikan, pokoknya gak bakalan banyak bagian yang bisa dikomplain.
Melihat judul dan poster yang selaras menampilkan kereta, seingat saya sekitar 60% dari adegan film ini yang di set dalam kereta, saya sempat pesimis menganai efektifitas jurus pernapasan dalam ruangan tertutup karena area gerak mereka bakalan sangat terbatas, namun ekspetasi saya langsung terpenuhi melihat efek CG yang dengan sopan bergabung dalam scene.
Saya juga sempat terganggu dengan dialog idealis khas karakter shounen yang rasanya naif banget, emang sih idealisme si Tanjiro yang terlalu nampak itu sudah jadi resep wajib di hampir semua anime dengan tema serupa, untungnya sejalan waktu, dialog-dialog naif itu ketutupan juga sama 13 reasons why kenapa si Tanjiro bisa sebegitu keras kepalanya.
The Three Act in Round of table
Meskipun anime ini hanya mengadaptasi satu arc saja, namun satu arc itu masih bisa di bagi lagi menjadi 3 babak, biar lebih filosofis kita sebut saja Three Act of the round table (sumpah gaje banget). Babak pertama adalah kisah utopia dalam balutan mimpi, ini udah kayak naruto aja, yang saking indahnya gak bakal mungkin jadi kenyataan, dari masing-masing karakter tentang makna kehidupan, kisah masa lalu, atau sekedar imajinasi sepihak yang sungguh terlalu,~ *colek Zenitsu
Kedua, babak kedua ini menjadi babak dengan perubahan paling intens, saya sampai terkagum-kagum dengan transisi dari suasana adem ayem menjadi medan perang berdarah-darah hanya dalam beberapa kedipan mata, dalam babak ini juga masing-masing karakter dapat jatah screen time buat pamer skill gelud mereka dalam melawan sekaligus melindungi, sayangnya dedek Nezuko gak dapat banyak bagian buat tampil, dosis harian Nezuko kalian gak bakalan terpenuhi dalam film ini
Versi non-tuna wicara, /plak
Ketiga, babak terakhir sekaligus favorit saya peribadi, kok gitu? karena disinilah epic rap battle dari Hashira api Rengoku Kyojuro vs salah satu dari Upper Moon terkuat alias “kacung muzan“, soalnya pada babak kedua mas Rengoku kurang nampak aja skillnya, jadi semuanya disimpan buat pertarungan paling sengit sepanjang film ini, dan bukan hanya itu, selain adegan aksi, bakat ceramah juga ikut berperan dengan nada hasutan seperti orang yang mengajak berkhianat.
Visualisasi seindah masa depanmu
I’m gonna tell my kids that this was the polar express
Studio Ufotable selaku pihak yang mengerjakan animasi dari Kimetsu no Yaiba tampaknya sangat totalitas dalam menggarap film anime yang satu ini, seperti merayakan anak emas yang baru saja terlahir, komposisi 2D dan beragam efek CG secara signifikan meningkatkan kualitas animasinya dibandingkan yang ada di serial TV, meskipun secara sekilas style penggambarannya emang gak beda-beda jauh sih.
Apalagi di adegan dialog atau bincang-bincang santai kayaknya sama aja, tapi kalo udah masuk sesi Tawuran, beuh! mulus sangad! sudut pandang kamera saat menangkap momen cepat udah kayak nonton fillm hollywod aja deh (bagian ini kayaknya berlebihan) bisa dilihat ketika Zenitsu ngaktifin sleep mode buat menyelamatkan pujaan hati dengan kekuatan voucher listrik unlimited.
PLN want to know your location
Animasinya juga punya peran penting dalam membangun suasana menegangkan ketika proses baku hantam lagi sengit-segitnya, bisa-bisa kalian gak bisa bernapas lega sampai kedua belah pihak mutusin buat rehat sejenak, sayangnya ada beberapa penempatan 3D yang “sedikit” mengganggu, masalah klasik sih, kalo karakternya 2D sementara environment make 3D, kayak tempelan gitu gak sih? tapi dikit aja kok, secara keseluruhan udah licin.
Saya pribadi suka bagaimana seluruh penumpang kereta yang nyaris gak ada kontribusinya dan emang cuma jadi beban aja, toh ujung-ujungnya bakalan kena tilap juga hehe, dianimasikan dengan begitu baik sehingga suasana dalam kereta jadi lebih hidup.
Kalau detail dari animasi terutama landscapenya bisa lebih ditingkatkan, akan saya anugrahkan gelar “every frame is wallpaper”
Perlu Character Development Gak sih?
Kalau saja ada yang protes tentang dangkalnya pengembangan karakter pada film ini saya sarankan untuk segera Check-in ke pusat rehabilitasi kejiwaan kabupaten. /plak
Yaaa… gak gitu juga sih, soalnya secara setting alur, Mugen Train Arc ini gak panjang-panjang amat di manganya, jadi serial TV sebanyak 26 episode itu udah dipake buat pengembangan sampai ke akar-akarnya, disini tinggal ngasih hasil panen dari pengembangan yang udah ada aja.
Namun untuk karakter sepenting Rengoku sepertinya butuh beberapa scene lagi untuk memperkuat eksitensinya sebagai salah satu tokoh utama pada film ini, namun kenyataanya tidak demikian, Rengoku tidak mendapatkan jatah yang cukup sehingga berakibat pada ending dari film ini yang perih banget!
Rengoku family
The Music is So Lit!
Music dari film anime ini dibawakan langsung oelh LiSA, orang yang juga menyanjikan Theme song dari Serial TV-nya kembali ikut serta dalam mempercantik suasana dengan judul Homura (炎), berbeda dari music yang ada di Serial TV dengan tempo cepat dan nada semangat ala-ala national anthem, kali ini Music yang di tampilkan lebih lembut dan diam-diam udah menyatu kedalam jiwa~
Sangat disayangkan karena musiknya hanya jadi credit song ketika filmnya sudah benar-benar habis, kalau di sisipkan kedalam adegan tertentu sepertinya bakalan lebih dapet aura sedihnya, iya gak sih?
Verdict: Non-stop Action!
Perlahan tapi pasti, segala rupa prestasi yang telah dan akan diraih film ini mulai terasa masuk akal, kalau diingat lagi memang tidak banyak film anime yang sanggup menampilkan adegan aksi secara kontinu dengan tetap konsisten menjaga kualitasnya sampai akhir, kekurangan-kekurangan yang saya ulas di atas sepertinya tidak begitu terasa jika kita melihat film ini secara keseluruhan.
Jauh lebih baik dari episode 19, *ehem
Pastinya, pertarungan puncak Rengoku yang menjadi klimaks anime ini adalah daya jual yang amat kuat, terlalu sengit dan beneran sulit ditebak siapa yang bakalan tepar (kecuali kalau kalian udah baca manganya), visual yang menarik, cerita yang padat serta konsep yang unik membuatnya mampu memenuhi ekspetasi banyak orang tentang film ini.
Fiat sapientia praevalet!
CTian: “Ingin tahu lebih lanjut? Beli manganya sekarang juga!” Kind of Movie
Huuu, ada elite, huu huu!~ Tapi jujur, hanya ini yang langsung terbayangkan di pikiran saya setelah menonton film anime ini. Sebenarnya waktu nonton serinya juga demikian sih. Keseluruhan cerita yang coba diberikan film anime ini sangatlah nanggung. Jujur, bukan penggemar bagian akhir film ini, makanya kesan besar saya atas anime itu ya itu. Jadi gak heran sih kenapa manganya bisa laku banget di Jepang, bahkan juga di Indonesia lho. Iya, beli manganya sekarang juga di Gramedia! Sudah sampai jilid 3 lho saat tulisan ini ditulis.
Ada beberapa adegan yang saya rasa menjadi useless selama film ini berlangsung. Terutama cerita karakter Rengoku, itu gunanya apa? Nanggung sekali, penonton malah seperti terhipnotis dengan adegan aksinya dan melupakan esensi karakter Rengoku itu apa. Memang ada sih kesannya, tapi nanggung, dan saya langsung mikir, “Cuman itu? Terus habis ini apa?”. Akhirnya, kembali ke atas kan? Bahkan Rengoku punya cerita sampingan dia sendiri untuk menceritakan karakternya.
Masih soal karakter, film ini seperti melupakan salah satu konsep utama paruh kedua serial animenya. Tentang para antagonis yang mempunyai impian, tujuan, atau keresahan masing-masing. Di film anime ini, para antagonis benar-benar digambarkan sebagai sosok “Iblis”, ya mereka memang iblis, tapi yang saya maksud mereka tidak lebih dari orang jahat yang jahat dan gila. Tidak punya tujuan jelas, apalagi antagonis kedua yang benar-benar out of nowhere sekali. Kayak mau gelut nih, tapi tidak ada drama yang jelas gitu lho apa yang digelutin.
Soal animasi, saya tidak ada komentar buat animasinya. Ufotable memang mantap-mantap mamangs. Begitu juga soal musik dan akting para seiyu yang ada. Tapi saya jadi mikir, kalau standar animasi dan musik di anime sekarang itu rata-rata seperti Kimetsu no Yaiba ini, saya penasaran Kimetsu no Yaiba masih akan dinotis tidak, ya? Jelas masih untuk di Jepang. Tema Kimetsu no Yaiba ini memang relevan sekali di Jepang. Yang bukan target demografis seri ini pun bahkan membaca dan menonton Kimetsu no Yaiba. Mengangkat cerita di era Taisho dan menggunakan budaya samurai di seri ini sepertinya yang menarik penikmat di luar target demografis ini. Ditambah animasi dan karakter rupawan, boom, meledak!
Akhir kata saya tutup dengan, selamat untuk Aniplex dan Shueisha~