Not so long ago… in Netflix streaming service… of Indonesia region, sebuah serial anime berjudul Scott Pilgrim Takes Off ditayangkan. Walau banyak menyangkal kalau ini serial anime, tapi ini jelas serial anime yang digarap oleh studio anime, Science Saru. Netflix juga sangat jelas menjual serial anime ini sebagai anime, walau nggak cukup berani untuk tulis ‘Netflix Anime Series‘ di title opening tiap episodenya.
Habis ini biasanya saya ngapain yak? Premis saja kali yak. Bikin sendiri deh, yang di Wikipedia agak spoiler. Bercerita tentang Scott Pilgrim, pemain bass di sebuah band indie, jatuh cinta kepada Ramona Flowers, gadis dalam mimpi Scott (literally). Ternyata mendekati Ramona bukan persoalan mudah, Scott harus menghadapi mantan-mantan Ramona yang tergabung dalam Liga Mantan Jahat! Berhasilkah Scott Pilgrim mengalahkan semua mantan Ramona? Saksikan aksinya di bioskop Tran… Eh, kelebihan salinnya.
Serial ini merupakan “adaptasi” anime dari novel grafis karangan Bryan Lee O’Malley. O’Malley berhasil meraih banyak nominasi dari Eisner Award & Harvey Award untuk seri Scott Pilgrim. Di tahun 2010, tahun yang sama dengan penayangan adaptasi live action Scott Pilgrim vs. The World, beliau memenangkan Eisner Award kategori komik humor terbaik untuk judul Scott Pilgrim vs. The Universe.
Panjang juga intro-nya, oke saatnya masuk ke pembahasan animenya yak!~
Literally Not For Everyone
Ini bisa dibilang disclaimer sebelum menonton seri ini. Scott Pilgrim Takes Off ini nampaknya benar-benar ditunjukkan untuk fans dari seri ini dan kurang ramah untuk penonton baru. Karena… Saya kasih tahu saja kali yak, “adaptasi” anime ini bukan adaptasi anime yang biasa kamu tonton secara musiman. Dalam artian, ini bukan adaptasi yang mengikuti source material secara langsung, malah lebih mengekspansi source material-nya. Saya sarankan minimal kamu menonton adaptasi live action-nya untuk pengalaman lebih baik. Ini opsional, saya sarankan juga nonton film Edgar Wright lainnya untuk pengalaman yang lebih baik lagi.
Tidak hanya itu, soal ini bukan untuk semua orang sebenarnya saya tulis juga tentang kontennya. Serial anime ini latarnya di Toronto, Kanada dari sudut pandang orang urban umur 20-an. Jadi jangan kaget dengan politik dan budaya yang beda seperti di anime pada umumnya. Kayaknya saya bakal kena cancel sehabis nulis ini, tapi jujur saja saya suka politik dan budaya yang dibuat ke seri ini. Di sini dibuat lebih mantap daripada di filmnya, lebih segar, dan ada beberapa takes baru dari situ yang buat saya suka sama seri anime ini.
Bring More Color to The Series
Waduh, baru poin kedua sudah bahas warna-warna saja, beneran bakal di-cancel nih saya. Masih sedikit berhubungan dengan pembahasan sebelumnya, tapi tidak sepenuhnya. Saya mau bahas bagaimana seri ini kasih “warna” lebih ke cerita dan karakternya. Banyak referensi baru, terutama referensi di pop culture Jepang yang sudah cukup dikenal. Juga bagaimana ceritanya masih mirip dengan adaptasi filmya dulu tapi ambil takes yang baru itu bagus banget. Saya nggak berhenti senyum saat lihat takes lama dan takes baru ini disatuin jadi satu di seri anime ini.
Karaternya juga, semua dikasih “warna” baru tapi hebatnya juga masih sesuai dengan lore aslinya. Saya tulis begini padahal cuman nonton adaptasi live action-nya, yang pasti semua tambahan penokohan ini tidak ada di adaptasi itu. Adaptasi ini membuat saya tuh tidak bisa benci dengan satupun karakter di sini, semua dibuat bersinar dengan caranya masing-masing. Saya pun jadi suka karakter-karakter ini karena serial anime ini, Knives, Wallace, Roxie, Young Neil, bahkan Matthew Patel, mereka semua jadi bagus banget di sini.
“Everybody Needs Closure. That’s Why They Call it Closure“
Masih membahas karakter, selain memberi “warna” baru ke karakternya, karakter yang tadinya hanya sekadar numpang lewat di adaptasi filmnya juga dapat clousure yang bagus. Terutama di kelompok antagonisnya, yang di live action-nya hanya kayak villain of the week saja. Kayaknya seri ini memang sengaja kasih semua ini ke karakternya, kutipan yang saya pakai di atas ini saja datang dari seri anime ini. Anime ini seperti lunasin semua utang yang tidak ada di filmnya dan mungkin juga yang nggak bisa dilakuin di novel grafisnya. Maaf kalau salah, saya beneran belum baca novel grafisnya.
Closure ini semua terasa bagus banget karena dieksekusi pakai takes barunya seri ini. Semua karakternya berasa punya arc story masing-masing dan selesai dengan bagus semua. Saya nggak mau sebut takes barunya ini apa, karena itu bakal jadi spoiler banget kalau kamu belum nonton dan penasaran sama seri anime ini. Jadi tonton saja dan kamu pasti nanti mengerti maksud saya. Beberapa orang ada yang kurang suka dengan takes baru ini, tapi menurut saya ini takes yang sempurna banget buat serial anime ini.
It’s Anime, desu
Hayo tebak sudah berapa kali saya ketik kata ‘anime’ sebelum kalimat dan sub judul ini? Betul, sudah ada 21 kata ‘anime’ dalam ulasan ini! Ngaku, mesti kamu pakai CTRL + F kan? Kalau benar jangan lupa share dan tulis komentar di artikel ini, /plak! Lanjut, saya mau agak bertanya-tanya dikit kenapa ada orang-orang yang kayaknya anti banget sebut ini serial anime yang proper. Padahal ya ini memang serial anime yang dibuat oleh studio anime. Memang style-nya tidak anime-ish, tapi saya rasa mereka lakuin ini cuman buat benar-benar adaptasi original desain saja. Tapi animasinya, Science Saru nggak usah ditanya, sakuga fest-nya gokil, story telling lewat animasinya kuat banget. It’s Scott Pilgrim, visual dan musik selalu jadi kekuatan terbesar seri ini, dan anime ini berhasil maksimalin itu.
Saya kasih bukti kalau ini anime yak. Pertama, Kaptain bolehin buat artikel review ini, iyak Kaptain yang itu. Maaf yak Kap kebanyakan izin bikin review tapi masih banyak yang draft doang. Kedua, ya balik lagi, dibuat oleh studio anime, bahkan kamu bisa nonton behind the scene-nya di tautan ini. Kredit untuk mayoritas animator Jepangnya juga bisa dilihat di opening dan ending theme-nya, ada outsourcing dari Studio Ubud juga, cuy! Ketiga, mereka punya lagu opening yang diisi band asal Jepang, NECRY TALKIE. Bahkan seri ini punya 8 ending theme beda buat tiap episodenya, sudah kayak anime Chai… Anyway, intinya yak ini anime. Baru-baru ini juga banyak kok studio anime yang bukan adaptasi manga-light novel Jepang atau adaptasi IP asal Jepang lainnya dan banyak dari itu masih disebut anime.
Curhat dikit, saya malah jadi suka lagu-lagu NECRY TALKIE setelah serial ini, kemana saja saya yak baru nemu band ini. Suka banget sama MV lagu opening anime ini, they know what they are doing.
It’s Anime, desu Part 2
Tuh kan saking panjangnya, watakushi sampai harus buat part 2 bahas animasinya. Mari bahas seiyu atau pengisi suaranya… Lah gimana? Memang yang jadi salah satu daya tarik utama adaptasi ini adalah semua cast dari Scott Pilgrim Vs. The World balik lagi untuk suarain karakter masing-masing. Bahkan dub Inggris jadi dub utama/original untuk nonton seri ini menurut penayangannya di Netflix. Watakushi takjub sama kesanggupan Edgar Wright, sutradara filmnya, bikin mereka semua balik di tengah kesibukan beberapa aktor dan aktrisnya yang sudah beken. Watakushi ureshi juga mereka semua antusias untuk adaptasi anime ini, nih kalau mau lihat video behind the scene untuk pengisi suaranya, awas spoiler.
Nah itu kan daya tarik utamanya, tapi bukti kalau ini anime itu ya di kekuatan seiyu Jepangnya yang tidak kaleng-kaleng. Fairouz Ai, Hiro Shimono, Yuichi Nakamura, Aoi Koga, Tomokazu Seki, Naomi Ozora, sampai Kana Hanazawa, kalau kimi wibu sepuh pasti kenal itu semua, dan mereka semua ambil peran di anime ini! Watakushi memang belum nonton penuh untuk aktingnya, tapi lihat video klip perbandingan pengisi suara Inggris dan Jepang saja sudah cukup untuk bilang ini tuh bisa casting terbaik untuk anime ini. Habis tulisan ini publish, watakushi bakal coba nonton ulang penuh pakai dub Jepang, waku-waku washoi!
Sengaja selipin kata-kata Jepang biar kelihatan animenya. Aneh yak? Watakushi gomenasai.
Verdict: Adaptation Was Supposed To Be a Celebration
Di balik kebingungan ini tidak dianggap sebagai anime, wata.. maksudnya saya, jujur saja malah senang sama perlakuan ini. Serial anime ini nggak harus jadi ayam yang mesti disabung sama ayam lainnya buat kelihatan lebih superior. Ayam = anime, ngerti kan? Ya pokoknya gitu lah. Dulu memang saya suka sama “trend” kayak gitu, tapi rasanya sekarang jenuh saja lihatnya. Bahkan ada kan studio animasi yang saking mau bersaingnya, jadinya ambil terus IP gede banyak-banyak, dan malah berakhir kena serang sama karyawan sendiri. Saya senang anime ini malah kebalikan dari semua hal jelek ini.
Memang saya yakin tujuan awal Netflix mutusin buat anime ini karena aji mumpung filmnya yang jadi cult dan ditonton di layanan mereka. Btw, filmnya jelek performanya dulu di bioskop, tapi berakhir jadi cult beberapa tahun kemudian, dan kamu tahu? Begitu juga seri animenya ini yang bahkan nggak masuk top 10 daily di Netflix Indonesia. Saya sendiri baru nonton filmnya di Netflix tahun 2020 lalu.
Tapi, saya suka adaptasi ini malah berakhir jadi selebrasi yang bukan hanya dirayakan fans-nya, bahkan para kreator yang terlibat di dalamnya. Cast jadi reuni setelah 10 tahun lebih, O’Malley yang merupakan fans anime 90-an kesampaiaian karyanya jadi anime yang banyak referensi anime 90-an, juga dari Science Saru sendiri mengaku dapat pengalaman baru dari pembuatan anime ini. Tonton saja video behind the scene yang saya share di atas tadi kalau belum nonton. Juga yang paling penting, “adaptasi” ini bisa menyelesaikan apa yang nggak bisa dilakuin di media lain, literally.
Seharusnya itulah adaptasi yang sebenarnya, bukan malah jadi bahan misuh para pekerjanya dan “fansnya” malah ramai-ramai mencomooh, maunya ini maunya itu, dan tidak ada respect-nya dengan mereka yang bekarya. Adaptasi harusnya sebuah selebrasi. Memang ada cari duitnya juga, tapi saya bingung ini Netflix kenapa coba mau cari duit dari IP yang di bioskop saja “meledak” dalam arti yang negatif.
Sekian ulasan yang jelas tidak jelas dari saya untuk Scott Pilgrim Takes Off!~ Nggak usah serius-serius banget bacanya, saya hanya keluarin apa yang saya lihat dari “adaptasi” anime ini. Saya jujur bingung juga mau ngapain, tapi lihat Scott Pilgrim yang kayaknya simpel banget hidupnya tapi masih mau memperjuangkan hal yang dia pengen kayaknya buat saya lebih semangat buat jalanin hidup.
Kamu bisa menyaksikan seri ini di Netflix dan hanya di sana! Memang dibilang nggak ada rencana buat lanjut, tapi kalau ramai mungkin Science Saru bisa ditunjuk lagi buat anime yang menarik untuk mereka.