Review The Lion King, Upgrade Visual untuk Animasi Legendaris

Posted on

Duniaku.net – Kami pernah membicarakan sebuah anekdot, bagaimana kalau Disney membuat remake seluruh animasinya dari zaman dahulu hingga sekarang, termasuk The Lion King. Hasilnya, Disney tidak perlu membuat cerita baru hingga 20 tahun ke depan. Anekdot tersebut rupanya menjadi kenyataan dengan hadirnya beberapa live action Disney belakangan ini.

The Lion King merupakan film yang sangat spesial bagi Disney, bagaimana tidak? Film animasi tersebut dikerjakan oleh tim yang sangat kecil. Hal ini terjadi karena kebanyakan animator Disney saat itu sedang mengerjakan proyek Pocahontas. Sebuah film animasi yang diyakini bakal menghasilkan banyak uang.

Masih Singa yang Sama

Berbeda dengan remake Aladdin yang menghadirkan banyak adegan berbeda dan memberikan sebuah pengalaman yang baru, The Lion King bisa dibilang sebagai sebuah upgrade visual ketimbang remake.

Jadi kisah The Lion King masih berkutat pada sebuah hutan Afrika yang ditinggali sekawanan singa yang menguasai daerah bernama Pride Land. Raja Pride Land adalah Mufasa (James Earl Jones), sementara ratunya adalah Sarabi (Alfre Woodard).

Mereka berdua memiliki seorang anak singa yang bernama Simba (JD McCrary, Donald Glover). Dalam keluarga singa tersebut ada adik Mufasa yang terbuang bernama Scar (Chiwetel Ejiofor). Scar diam-diam mengincar tahta Mufasa dan berencana melakukan kudeta besar-besaran.

Selama masa mudanya, Simba memiliki sahabat bernama Nala (Shahadi Wright Joseph, Beyoncé Knowles-Carter). Keduanya kerap bermain-main dan tidak mengindahkan peringatan Zazu (John Oliver), yang merupakan kepala pelayan Mufasa.

Suatu waktu Scar memperdaya Simba agar pergi ke kuburan gajah. Padahal Mufasa sudah mewanti-wanti Simba untuk menjauhi tempat tersebut. Benar saja, di sana Simba disambut sekumpulan hiena yang dipimpin oleh Shenzi (Florence Kasumba).

Mufasa yang melihat anaknya terancam, akhirnya menyerang kumpulan hiena tersebut dan berhasil membawa pulang Simba. Di tengah jalan Mufasa menghukum Simba dan memberikan petuah-petuah yang nantinya akan membantu Simba menemukan jati dirinya.

Apa Bedanya?

Film ini dibuka dengan sebuah adegan familier yang memiliki sedikit perbedaan dengan film orisinalnya. Semakin lama film berjalan, semakin banyak juga Disney menambahkan adegan-adegan sampingan yang ditujukan untuk memperjelas berbagai detail yang sebelumnya tidak diceritakan pada film aslinya.

Walaupun tidak memiliki potensi merusak cerita, tetapi sejatinya penambahan tersebut membuat kamu sadar kalau film The Lion King baru ini memiliki durasi yang lebih lama ketimbang versi aslinya.

Selain itu entah mengapa Disney memilih untuk mengganti semua penyanyi yang membawakan lagu di dalam film ini. Hasilnya beberapa momen terasa kurang mengena, dan pada akhirnya penonton cenderung membanding-bandingkan musik The Lion King dengan versi film lawasnya.

Bukannya kami tidak suka dengan perubahan, tapi bagian musik ini sebenarnya cukup kami sayangkan. Rasanya power dari vokal Lindiwe Mkhize tidak bisa menggantikan hangatnya suara Carmen Twillie. Suara Kristle Edwards saat melantunkan “Can You Feel The Love Tonight” juga seperti tidak tergantikan oleh Beyoncé Knowles-Carter.

Penuh dengan Bintang

James Earl Jones masih dipercaya Disney untuk mengisi suara Mufasa. Sementara Donald Glover mendapat bagian yang pas sebagai Simba dewasa. Beyoncé Knowles-Carter sempat berkali-kali memperdengarkan logat Afro Amerikanya sehingga memunculkan image Nala yang liar dan bebas.

Pada karakter lainnya, Sarabi yang diisikan oleh Alfre Woodard berhasil memunculkan image ratu yang setia dan berkharisma. Seth Rogen dan Billy Eichner juga memperlihatkan bakat mereka sebagai komedian serba bisa saat mengisikan suara Timon dan Pumbaa.

Pada intinya, kami tidak memiliki komplain yang serius untuk bagian ini. Bisa dibilang kalau profile suara para pemainnya sangat pas dengan karakter yang mereka bawakan. Ini adalah nilai plus terbesar dari film The Lion King.

Kesimpulan

Film The Lion King lebih cocok disebut sebagai sebuah remake shot per shot ketimbang remake versi live action. Rasanya Jon Favreau terlalu takut untuk mengganti elemen yang ada di film orisinalnya. Tapi jujur saja, kalau kami ditugasi untuk melakukan remake pada film The Lion King, kami juga akan melakukan hal yang sama.

Rasanya sulit menambahkan elemen baru pada sebuah film yang sudah cukup sempurna plus menjadi legenda di masanya. Toh pada akhirnya film ini tetap kami ganjar dengan nilai 4 bintang dari 5 bintang yang bisa kami berikan.

The Lion King sudah tayang di bioskop Indonesia mulai 17 Juli 2019.


Mau coba berbagai game dan VR buatan dalam negeri secara gratis? Raih banyak hadiah secara gratis, dan main sepuasnya? Yuk kunjungi BEKRAF Game Prime 2019, di Balai Kartini Jakarta, hari Sabtu dan Minggu, 13-14 Juli 2019. Acaranya gratis lho guys, jadi daftar sekarang ya di sini!








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *